Labels

Syair

Sekalipun cinta telah kuuraikan dan kujelaskan panjang lebar..

Namun jika cinta kudatangi, Aku jadi malu pada keteranganku sendiri..

Meskipun lidahku telah mampu menguraikan dengan terang..

Namun tanpa lidah, cinta ternyata lebih terang..

Sementara pena begitu tergsesa-gesa menuliskannya..

Kata-kata pecah berkeping-keping begitu sampai kepada cinta..

Akal tak berdaya bagaikan keledai terbaring dalam lumpur..

Cinta sendirilah yang menerangkan cinta dan percintaan!
 
Jalaluddin Rumi, Diwan Shamsi Tabriz

Andai mereka tahu

Banyak yang menghabiskan waktu mengagumi superhero rekaan AS. Andai mereka mengenal siapa pak HOS Tjokroaminoto, Haji Agus Salim, Soedirman, Hatta…

Banyak yang kagum tergila-gila dengan artis-artis asia di layar kaca. Ah, andai meraka pernah mengalami perjuangan Soekarno, Natsir hingga Buya Hamka…

Banyak yang mengeluh dan sumpah serapah tentang Indonesia. Andai mereka tahu dengan warna darah apa ia dibangun dan ditegakkan dulu kala…

Banyak laki-laki wanita tersedu-sedu merengek karena cinta, Andai meeka hadir di tengah perang aceh atau mendalami keperihan tanam paksa…

Banyak yang berdebat dengan kasar dan saling menjatuhkan. Andai mereka menyaksikan santunnya perang gagasan yang dipergakan Moh. Yamin, Syahrir, Hatta…

Banyak orang yang gemar bersantai-santai dalam kesia-siaan. Andai mereka tahu justru dengan 1 paru-paru Jendral Soedirman memimpin gerilya keluar masuk hutan…

Banyak orang yang tak mampu besabar saat menulis/membaca. Andai mereka tahu… di penjara, Bung Karno menyusun buku & juga Hatta, juga Hamka…

Banyak orang tak bersyukur dengan rumah yang sederhana. Andai mereka tahu Haji Agus Salim sang Legenda Indonesia berpindah-pindah kontrakan karena tak memiliki rumah…

Banyak orang semakin lemah & tak mampu berjalan kaki. Andai mereka tahu bahwa silih berganti kaki Tan Malaka menyusuri Cina, Inggris, hingga Rusia…

Buku Leiden! Karya Dea Tantyo.

Yang sampai finish itu sedikit

Grand final itu mahal, banyak yang gagal.
Siapa yang sedikit itu? Utsman bin Affan sendirian membiayai pasukan Perang Tabuk. Seorang diri membekali 10.000 pasukan, dengan senjata perang, perlengkapan, bekal, kuda, unta dan logistiknya. Tajarrud, untuk dakwah semua dibawa serta. All out alias tumplek blek.
Berhitung. Mulai! Kini berapa jumlah personil terakhir kita? Berapa yang siap membiayai dakwah? Jangan-jangan lebih banyak yang perlu dibiayai, disantuni, dan dikasihani. Berapa banyak kader yang mau membina atau masih perlu disuapin materi? Berapa yang siap tampil jadi murrabi? Berapa muwajih yang tersedia, kok dakwah kampus nyaris mampus? Berapa mubaligh kita kok bolak balik yang tampil itu-itu saja? L4= lu lagi lu lagi. Yang lain manna?
Bagaimana pendapatmu bila para pelaku tarbiyah 41 persennya ternyata mandul, tidak mau dan tak mampu mewariskan ilmu, tidak punya kader binaan, tak memiliki majelis ta’lim atau bahkan hanya menjadi beban sesama kawan? Pernah dengar hukum pareto 20/80? Hanya 20 persen orang yang aktif bekerja untuk menghasilkan 80 persen omset atau bahkan keuntungan perusahaan.
Bayangkan jika engkau karyawan sebuah perusahaan. Hadir setiap pagi mengisi presensi. Pulang sore hari, mengisi presensi. Tiap bulan menerima gaji, namun engkau tak mengerjakan apa-apa, tak menghasilkan apa-apa, hanya menambah jumlah temanmu yang bekerja giat penuh semangat. Menurutmu, apakah engkau tidak malu?
Akhi… ukhti apakah engkau tidak malu? Seorang ummahat di bumi singkil (Nangroe Aceh Darussalam) rela berkendara sepeda motor 80 km dalam keadaan hamil untuk mengisi ta’lim.
Akhi… ukhti apakah engkau tidak peduli? Almarhum ustadz irfan di sukabumi (jawa barat) mengurusi tujuh kecamatan yang sangat jauh dari jangkauan hingga akhirnya syahid di perjalanan.
Akhi… ukhti apakah engkau tidak berempati? Beberapa kader menawarkan dakwah melewati hutan, ban motor bocor, lalu mereka isi dengan rumput biar bisa jalan meski tak bisa ngebut, kini apa lagi alasanmu?
Akhi… ukhti dakwah perlu solusi: Quantum Tarbiyah. Agar tarbiyah lebih berkesan dan lebih menyenangkan, kitalah yang mendesain suasana itu. Program dikemas cerdas. Aktivitas didesain kreatif tanpa rasa malas. Hadir penuh keikhlasan. Jasad siap digerakkan. Potensi siap dikerahkan. Dana siap dikucurkan untuk meraih hasil yang didambakan.

Buku New Quantum Tarbiyah, Solikhin Abu ‘Izzudin.

#UdahPutusinAja


Pacaran, udah maksiat, putus pula, itu jauh lebih nyesek, daripada single, terhormat dan taat :D | setuju? RT dah.. #UdahPutusinAja

1. lelaki yang terbiasa menikmati sesuatu yang nggak halal | akan ketagihan yang nggak halal, menganggapnya biasa

2. makanan nggak halal, penghasilan nggak halal, juga pasangan nggak halal, ehh | semua sama saja, sama-sama nggak taat, sama-sama maksiat

3. pasalnya dalam Islam, wanita hanya bisa dihalalkan lewat nikah | selain itu, apapun bentuknya berarti hubungan nggak halal, alias dosa

4. apakah itu diakui pacaran, atau nggak diakui semacem HTS, LDR, STH, PHP, cuma-temen, papi-mami | semuanya sama-sama nggak halal, maksiat

5. lha, terus kalo nggak halal gimana? | ya sama aja kayak makanan nggak halal, dimakan sih jadi daging, tapi daging yang jahat, nista

6. pacaran dan apapun bentuknya, mungkin ada nikmatnya | tapi nikmat yang bikin nyungsep, bikin terhina

7. namanya pacaran, nggak akan berhenti sampe pegang tangan doang | kalo lelaki cuma cukup pegang tangan, ya bukan lelaki beneran itu

8. katanya bisa kendaliin diri, lha setan ditantang, ya bablas | KPAI tahun 2008 rilis data, 62.7% anak SMP sudah pernah hubungan intim

9. sebelum nyesel, sebelum telat, #UdahPutusinAja | percaya deh, pacaran bukan langkah yang bener, bukan cara itu kamu mengenal orang

10. sampe satu saat ada yang bisa halalin kamu pake nama Allah | dengan restu ayahmu, itu baru lelaki bener, lelaki yang bisa kamu percaya

11. lelaki yang nggak ngajak maksiat, lelaki yang bawa kamu taat | lelaki yang bikin kamu inget Allah, lelaki yang nggak ajak kamu dosa

12. #UdahPutusinAja, lelaki yang kerjanya maksiat nggak bakal bikin bahagia | kamunya dulu taat, nanti bakal ada lelaki baik mendekat :)

Kultwit Ust. Felix Siauw

gambar ilustrasi: www.keepcalm-o-matic.co.uk

Bagaimana dengan 'karya' kita?

Apa yg akan kita sombongkan dari karya kita:
1) Apa yang mau kita sombongkan; jika Imam An Nawawi menulis Syarh Shahih Muslim yang tebal itu sedang beliau tak punya Kitab Shahih Muslim?
2) Beliau menulisnya berdasar hafalan atas Kitab Shahih Muslim yang diperoleh dari Gurunya; lengkap dengan sanad inti & sanad tambahannya.
3) Sanad inti maksudnya; perawi antara Imam Muslim sampai RasuluLlah. Sanad tambahan yakni; mata-rantai dari An Nawawi hingga Imam Muslim.
4) Jadi bayangkan; ketika menulis penjabarannya, An Nawawi menghafal 7000-an hadits sekaligus sanadnya dari beliau ke Imam Muslim sekira 9-13 tingkat Gurunya; ditambah hafal sanad inti sekira 4-7 tingkat Rawi.
5) Yang menakjubkan lagi; penjabaran itu disertai perbandingan dengan hadits dari Kitab lain (yang jelas dari hafalan sebab beliau tak mendapati naskahnya), penjelasan kata maupun maksud dengan atsar sahabat, Tabi’in, & ‘Ulama; munasabatnya dengan Ayat & Tafsir, istinbath hukum yang diturunkan darinya; dan banyak hal lain lagi.
7) Hari ini kita menepuk dada; dengan karya yang hanya pantas jadi ganjal meja beliau, dengan kesulitan telaah yang tak ada seujung kukunya.
8) Hari ini kita jumawa; dengan alat menulis yang megah, dengan rujukan yang daring, & tak malu sedikit-sedikit bertanya pada Syaikh Google.
9) Kita baru menyebut 1 karya dari seorang ‘Alim saja sudah bagai langit & bumi rasanya. Bagaimana dengan kesemua karyanya yang hingga umur kita tuntaspun takkan habis dibaca?
10) Bagaimana kita mengerti kepayahan pada zaman mendapat 1 hadits harus berjalan berbulan-bulan?
11) Bagaimana kita mencerna; bahwa dari nyaris 1.000.000 hadits yang dikumpulkan & dihafal seumur hidup; Al Bukhari memilih 6000-an saja?
12) Atas ratusan ribu hadits yang digugurkan Al Bukhari; tidakkah kita renungi; mungkin semua ucap & tulisan kita jauh lebih layak dibuang?
13) Kita baru melihat 1 sisi saja bagaimana mereka berkarya; belum terhayati bahwa mereka juga bermandi darah & berhias luka di medan jihad.
14) Mereka kadang harus berhadapan dengan penguasa zhalim & siksaan pedihnya, si jahil yang dengki & gangguan kejinya. Betapa menyesakkan.
15) Kita mengeluh listrik mati atau data terhapus; Imam Asy Syafi’i tersenyum kala difitnah, dibelenggu, & dipaksa berjalan Shan’a-Baghdad.
16) Kita menyedihkan laptop yang ngadat & deadline yang gawat; punggung Imam Ahmad berbilur dipukuli pagi & petang hanya karena 1 kalimat.
17) Kita berduka atas agal terbitnya karya; Imam Al Mawardi berjuang menyembunyikan tulisan hingga menjelang ajal agar terhindar dari puja.
18) Mari kembali pada An Nawawi & tak usah bicara tentang Majmu’-nya yang dahsyat & Riyadhush Shalihin-nya yang permata; mari perhatikan karya tipisnya; Al Arba’in. Betapa barakah; disyarah berratus, dihafal berribu, dikaji berjuta manusia & tetap menakjubkan susunannya.
19) Maka tiap kali kita bangga dengan “best seller”, “nomor satu”, “juara”, “dahsyat”, & “terhebat”; liriklah kitab kecil itu. Lirik saja.
20) Agar kita tahu; bahwa kita belum apa-apa, belum ke mana-mana, & bukan siapa-siapa. Lalu belajar, berkarya, bersahaja.

Kultwit Ust. Salim A. Fillah

Meneledani kesederhanaan Pak A.R.


K.H. Abdul Rozak Fachrudin, ulama kharismatik kelahiran pakualaman, Yogyakarta, 14 februari 1916 ini adalah Ketua Umum Muhammadiyah periode Tahun 1968-1990. Beliau memegang amanah sebagai pimpinan tertinggi ormas islam besar ini selama 22 tahun. Kurun waktu paling lama dalam sejarah estafet kepemimpinan tertinggi di Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Meski hampir seperempat abad ia menduduki jabatan puncak di Muhammadiyah, kehidupan Pak AR sapaan akrabnya sangat jauh dari kesan kemewahan dan limpahan harta.
Menurut Emha Ainun Najib , “ betapa melimpahnya rizqi dari Allah SWT kepada pak AR, sehingga kehidupan beliau hampir sama sekali tidak bergantung kepada barang-barang dunia. Pernahkah Anda membayangkan ada seorang pemimpin organisasi besar yang anggotanya berpuluh-puluh juta. Sedang dia hanya menjual dengan beberapa dirgen minyak tanah dan bensin didepan pagar rumahnya. Pak Emha menambahkan bahwa pak AR ini bukanlah penganut tarekat atau seorang sufi. Tapi pembawaanya sangat sederhana. Begitu juga di lingkungan keluarganya. Saking sederhananya pak AR ini meski ada garasi di rumahnya, tak ada satu mobilpun yang menjadi penghuninya. Yang nangkring hanyalah sepeda motor Yamaha butut keluaran 1970-an.
Menurut pandangan Amien Rais Sesuatu yang nampak menonjol dari pribadi Pak AR adalah kesederhanaan, kejujuran, dan keikhlasan. Tiga sifat itulah, warisan utama Pak AR yang perlu terus dihidupkan tidak hanya oleh kalangan Muhammadiyah. Selaku pemimpin umat, Pak AR sangat sepi dari limpahan harta benda. Beliau sangat mungkin untuk memiliki mobil mengkilap, atau rumah mewah. Tetapi Pak AR memilih untuk tidak punya apa-apa, kata Amien.
Jika dilihat secara kasat mata, adalah sesuatu yang tak lazim, seorang pemimpin organisasi modern terbesar di Indonesia yang punya puluhan rumah sakit dan ribuan sekolah itu, hidup dengan penuh kesederhanaan. Dirumahnya juga ada beberapa kamar disewakan untuk kos-kosan mahasiswa.
Dari sekelumit pernyataan dari tokoh-tokoh mengenai kepribadian Pak AR ini, setidaknya dapat diperoleh gambaran seorang pemimpin yang merakyat, dengan tutur katanya yang seiring dengan perbuatanya, beliau juga tak silau dengan harta dan jabatan duniawi. Seperti halnya yang diungkapakan oleh budayawan Emha Ainun Najib, Pak AR yang notabene adalah seorang pemimpin organisasi besar yang anggotanya berpuluh-puluh juta. Sedang dia hanya menjual beberapa dirgen minyak tanah dan bensin didepan pagar rumahnya. Cak Nun juga menyatakan, pembawaan pak AR sangat sederhana, saking sederhananya pak AR ini meski ada garasi di rumahnya, tak ada satu mobilpun yang menjadi penghuninya. Yang nangkring hanyalah sepeda motor Yamaha butut keluaran 1970-an.
Sepeda motor tua itu yang biasa ia gunakan untuk memenuhi panggilan dakwah, walaupun jika motor itu dipakai anaknya untuk kuliah, ia rela dibonceng anak SMA untuk bisa sampai ke tempat yang ditujunya dalam memberikan ceramah. Pak AR sangat memprioritaskan dakwah di lingkungan masyarakat bawah. Beliau yang memang selalu ingin dekat dengan rakya
t kecil itu, paling senang jika diundang berceramah di kalangan rakyat bawah di lembah Kali Code dan kampung-kampung pinggiran di Yogyakarta. Suatu kali, dalam sebuah kultum (kuliah tujuh menit), Pak AR menjelaskan mengapa dirinya senang ceramah di kalangan rakyat kecil dan miskin. "Karena itulah sunnah Nabi SAW," jawabnya.
Para pengikut Islam, pertama-tama, jelas Pak AR, adalah rakyat miskin dan budak belian. "Karena itu, sebagai dai jangan berharap pada orang-orang besar dan kaya. Bukankah Nabi pernah mendapat teguran dari Allah karena menyepelekan orang kecil demi berdakwah untuk orang besar?" jelasnya.
Sikapnya yang merakyat inilah yang membuat periode kepemimpinannya dinilai sangat berhasil. Totalitas Pak AR dalam ber-Muhammadiyah, itu juga ditunjukkan dalam bentuk penolakannya ketika pemerintah Orde Baru berkali-kali menawarinya menjadi anggota DPR dan jabatan lainnya. Di sisi lain, Pak AR juga tetap menjaga hubungan baik dengan pemerintah, dan bekerja sama secara wajar. Sikap dan kebijakannya ini membuat warga Muhammadiyah merasa teduh, aman dan memberikan kepercayaan yang besar kepadanya. Pak AR wafat di solo, Jawa Tengah pada 17 Maret 1995 pada umur 79 tahun.
Dengan serangkaian riwayat hidup Pak AR yang penuh keteladanan. Kita sebagai generasi muda yang akan menjadi pemimpin di masa mendatang, patutlah mengambil banyak pelajaran terkait sikap sebagai pemimpin yang senantiasa sederhana, rendah hati, dan tak silau dengan jabatan yang diemban. Senantiasa hidup sewajarnya tanpa berlebih-lebihan apalagi bermewah-mewahan. Dengan kesederhanaan, setiap amanah dan tanggungjawab yang dipikul akan lebih memberikan kesan ringan, nyaman serta dapat menambah keberkahan.

Dari berbagai sumber

Hadapi, Hayati, Nikmati

Seindah apapun keluhan yang terlontar dari mulut seseorang, takkan pernah mampu menyelesaikan masalah kecil sekalipun. Mengeluh tak pernah bisa menyelesaikan masalah, apalagi membuat masalah tuntas begitu saja. Belum pernah saya dengar orang yang ketika berkeluh kesah tentang permasalahan hidupnya lalu seketika masalahnya itu tiba-tiba selesai, hilang tak berbekas. Tak ada, dan mungkin tak pernah ada kejadian ajaib semacam itu. Jika menuruti rumus seorang trainer, sikap yang benar ketika menghadapi segala jenis persoalan dalam kehidupan ini adalah dengan menerapkan H2N Hadapi, Hayati, Nikmati. Masalah apapun itu, baik besar, kecil, ringan, sulit, rumit, mumet, stress dan kadang membuat kepala rasanya mau pecah, kaki serasa di kepala, kepala serasa di kaki, ubun-ubuh panas mendidih, atau badan rasanya menggigil tak karuan gara-gara tumpukan masalah yang menimpa, maka rumus sederhana untuk melaluinya ya dengan cara hadapi terus hayati dan terakhir nikmati katanya. Tiga kata yang mudah diucap namun terkadang tak mampu menghalangi mulut kita untuk mengeluh ini itu. Jangankan menikmati masalah, menghadapinya saja kadang begitu membuat sesak dan seolah telah menyerah begitu saja. Capek lah, galau lah, pusing lah, kesel lah dan beraneka ragam keluhan yang mengudara itupun tetiba saja keluar dengan mudah dari mulut kita. meski pada akhirnya, keluhan-keluhan tadi tak merubah apapun dari permasalahan yang dialami. Pun tetap saja, diri kita sendirilah yang bertanggungjawab terhadap masalah-masalah yang tengah mampir dalam satu episode hidup yang kita jalani. Walaupun seolah mudah dilakukan, pada prakteknya untuk tetap bisa bertahan ditengah persoalan tanpa mengeluh sama sekali sangatlah sulit dilakukan bagi sebagian orang. itu karena mengeluh telah menjadi kebiasaan, lontaran kata-kata berisi aneka macam keluhan tak disadari mengalir begitu saja dari lisan orang tersebut. Jika hal ini telah terjadi, maka mengolah kata-kata dalam pikiran sebelum diucapkan adalah cara yang bisa dilakukan untuk mengantisipasi agar lisan kita tidak mudah untuk berkeluh kesah. Dengan dibekali akal yang tentu 'masih bisa' digunakan, setiap orang (kecuali orang yang hilang akal, gila atau mabuk) seharusnya bisa menggunakan akalnya untuk dapat berbicara yang baik dan bermanfaat. Kata-kata yang keluar dari mulut seorang yang mempunyai akal sehat, mestilah dapat dikelola dengan jernih sehingga obrolan, pembicaraan, atau perbicangannya mengarah pada hal-hal yang positif dan bahkan produktif. Mudahnya, jika hendak bicara maka alangkah sangat baik bila kita mampu mengatur setiap kata yang akan diucapkan dengan sistem pengolahan akal pikiran yang telah Allah titipkan untuk digunakan dengan sebaik-baiknya. 
Lisan orang berakal dibelakang pikirannya, sedangkan pikiran orang bodoh dibelakang lisannya (ali bin abi thalib)

Bumi Rantjaekek

Gambar Ilustrasi kolom.abatasa.co.id

Kultwit Aa Gym

Ingin lebih tenang? Cari seribu satu alasan untuk berbaik sangka, kalaupun ada yg akan merugikan niscaya Alloh akan melindungi


Bagi orang yang beriman dan beramal soleh tak ada kata kalah walau terbunuh sekalipun, kalah adalah kalau tak punya iman

Jika tidak ingat orangtua, rasanya mau kabur saja




Masih ingat wahyu hidayat? Kang wahyu itu salahsatu praja IPDN yang meninggal dunia beberapa tahun silam. Kematiannya yang tak wajar menjadi sorotan berbagai media masa di Indonesia. Mendadak kabar meninggalnya wahyu menjadi pemberitaan yang seolah tak henti-hentinya disiarkan di televisi, dimuat di media cetak, bahkan kampus yang dikenal sangat tertutup inipun seketika banyak didatangi wartawan yang ingin meliput kondisi dan situasi didalamnya. Kali ini saya tidak sedang membicarakan kasus kematiannya yang menggemparkan itu. Biarlah kejadian ini menjadi semacam jarum suntik yang tajam, menusuk dan melukai namun bisa membenahi institusi ini khususnya, juga departemen dalam negeri yang mewakili pemerintahan pada umumnya.
Dibalik kasus kematiannya yang heboh diberitakan di seantero negeri, ada hal yang lebih menarik untuk diperbincangkan dari peristiwa ini. mungkin tak banyak diketahui masyarakat umum, semasa menempuh studi dikampusnya, ibunda wahyu menuturkan bahwa anaknya yang rajin ke masjid dan hobi membaca buku ini pernah melontarkan satu kalimat yang menurut saya bisa menjadi sangat mendalam maknanya. Kata-kata yang tulus dan menggambarkan tekanan berat yang dialaminya selama studi di kampus pemerintahan ini. Ucapan yang dilontarkan wahyu ketika dikunjungi kedua orangtuanya di masjid kampus adalah kata-kata yang menjadi inspirasi saya membuat catatan sederhana ini.
“Jika tidak ingat orangtua, rasanya mau kabur saja” ungkapan wahyu ini direkam jelas oleh sang ibunda. Hingga selepas kematiannya, kata-kata ini pula yang pasti membuat sesak setiap orang yang mendengarnya. Ucapannya dituturkan oleh sang ibunda tatkala mengenang putra yang amat disayanginya itu. Dituliskan pula oleh seorang inu kencana syafii dalam bukunya yang berjudul maju tak gentar, membongkar tragedI IPDN.
Dari sepenggal kisah yang saya anggap berakhir memilukan ini, ada banyak pelajaran berharga yang bisa didapat. Pelajaran mengenai satu keping episode dalam hidup ini yang mungkin seringkali atau pernah kita alami. Yaitu ketika orangtua memosisikan diri seolah menjadi sutradara utama yang menyusun skenario kehidupan kita. Orangtua yang mengatur kita akan menjadi apa nanti, akan bagaimana hidup kita di masa mendatang, dan akan menjadi seperti apa kita kelak. Bahkan terkadang bukan hanya sekedar sebagai sutradara, orangtua juga seakan menjadi orang yang paling berhak menuliskan berderet naskah panjang yang menentukan peran apa yang harus kita lakukan hari ini maupun esok, Lebih jauh dari itu, orang tua menjadi seumpama dalang yang merancang alur kehidupan kita sebagai wayang dan bebas memainkannya sesuka hati. Mungkin hal ini pula yang terjadi pada wahyu hidayat, beliau yang telah diterima oleh perguruan tinggi Institut Pertanian Bogor dan dengan gelar Insinyur jika lulus nanti harus rela menuruti keinginan orang tuanya untuk mengikuti tes penerimaan mahasiswa di IPDN hingga ia lulus menjadi salahsatu prajanya. Bagi sebagian orang mungkin pernyataan ini terlampau berlebihan, namun bagi sebagian orang lainnya yang mengalami hal serupa pasti merasakan betapa sesuainya kenyataan ini dengan sikap orangtuanya yang memang bersikap begitu mengendalikan setiap tindakan mereka. Tentu saja bukan merupakan suatu kesalahan jika orang tua melakukan hal-hal semacam itu, toh seperti ungkapan yang sering kita dengar ketika membahas persoalan terkait anak dan orang tua yaitu menyebutkan bahwa setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Yang jadi masalah adalah, ketika ukuran terbaik menurut orang tua itu apakah merupakan hal yang benar-benar terbaik untuk kehidupan sang anak. Seringkali, orang tua dengan kapasitas yang dimilikinya cenderung memaksakan kehendaknya diikuti oleh si anak. Selain itu, belum tentu juga ketika seorang anak menuruti setiap keinginan orangtua maka hidupnya akan menjadi sesuai seperti yang diharapkan.
Tapi pada akhirnya, apapun yang orangtua pilih untuk kita maka itu merupakan pilihan mereka yang tentu berdasarkan pada banyak pertimbangan dan pengalaman yang dilaluinya. Ketika kita sebagai anak merasakan ketidaksesuaian antara maksud pribadi dengan keinginan orang tua, maka kesempatan untuk menyampaikan keresahan itu terbuka bagi setiap anak. Jangan sampai, kita menerima begitu saja pilihan orang tua yang bisa jadi kenyataan sesungguhnya tidak sesuai dengan yang diinginkan. Dan tentu, jangan sampai suatu saat kita mengatakan “jika tidak ingat orangtua rasanya mau kabur saja”. Sebab orangtualah, kita bisa bertahan dari banyaknya persoalan yang dihadapi, pun karena orangtua, kita dapat menghadapi banyak pula masalah yang mungkin saja memaksa kita untuk “melarikan diri” dari banyak urusan dan persoalan yang datang kemudian.
Catatan ini tidak dimaksudkan untuk menghadirkan solusi “pertikaian” anak dan orangtua, namun sekedar menjadi gambaran betapa banyaknya hal yang mesti dikomunikasikan antara setiap keinginan anak dan orangtua.

Ceracau diri mendamba puji

Kultwit Salim A. Fillah

1) Di antara sebab takutnya para mulia terdahulu terhadap gelar-gelar yang disematkan pada nama mereka adalah QS Ad Dukhaan ayat 49. #gr

2) "Rasakanlah; sesungguhnya engkau orang yang perkasa lagi mulia!" {QS44:49}. Ayat ini tertuju kepada Abu Jahl kelak ketika ia disiksa. #gr

3) 'Adzab itu; zaqqum menggelegak di perut bagai didihan ter, mulut menganga haus melampaui kepala dituangi air panas, & neraka menyala. #gr

4) Adalah dulu ia mencengkram Nabi & berkata, "Apa kau mengancamku Muhammad? Sungguh aku ini Al 'Azizul Karim, sang perkasa lagi mulia!" #gr

 5) Dalam riwayat lain ia berkata; "Aku Al 'Azizul Karim; sang perkasa lagi mulia; tiada di antara gunung-gunung Makkah nan melampauiku!" #gr

6) Maka selain 'adzab pedih yang menderanya; Allah tambahkan siksa lain; penghinaan. Allah menghinanya dengan gelar yang dibanggakannya. #gr

 7) "Rasakan; sesungguhnya kau SANG PERKASA LAGI MULIA!" {QS44:49}. Dalam kalimat ini ada sindiran paling menyesakkan bagi si tersiksa. #gr

8) "Rasakan; sesungguhnya kau SANG PERKASA LAGI MULIA!" {QS44:49}. Dalam kalimat ini ada penistaan yang paling menusuk bagi si terhukum. #gr

9) "Rasakan; sesungguhnya kau SANG PERKASA LAGI MULIA!" {QS44:49}. Dalam kalimat ini ada tempelak paling menampar bagi pembangga gelar. #gr

10) Maka, di antara siksaan terpahit di neraka adalah, diungkit-ungkitnya gelar dunia yang disandang hamba oleh Allah tuk menghinanya. #gr

11) Betapa enggan Abu Bakr dipanggil Khalifah RasuliLlah, betapa tegas 'Umar menolak, betapa keras 'Umar ibn 'Abdil 'Aziz tak hendak. #gr

12) Betapa galaunya Imam An Nawawi ketika digelari Muhyiddin {yang menghidupkan agama}, sebab takut kelak gelar itu membuatnya ternista. #gr

 13) Amat banyak teladan; betapa khawatir yang benar-benar hebat disebut "hebat", betapa risih yang betul-betul mulia dipanggil "mulia". #gr

14) Sebab selain gelar itu tak menambah hakikat kemuliaan, ia hanya membuat lena; dan dikhawatirkan kelak di akhirat jadi bagian siksa. #gr

 15) Terlebih jika gelar itu bualan tak terbukti; seperti sedihnya diri mendengar yang bergelar miliarder menggaji karyawannya 1/4 UMR. #gr

16) Tapi semua ceracau ini lebih layak ditudingkan pada diri; yang hatinya masih berbunga mendengar puji & diam-diam rindu digelari. #gr

17) Semoga Shalih(in+at) bermurah hati mendoakan kami yang hatinya rapuh, jiwanya rentan, & Allah tampilkan di panggung nan berat ujian. #gr

18) Moga Allah selamatkan kita dari syahwat menggagahkan diri dengan gelar & puji; sebab betapa sesal & rugi jika ia jadi siksa nanti. #gr

19) Doakan guru-guru kita yang dicintai ummat & disematkan gelar pada mereka; moga Allah mampukan & kuatkan tuk memenuhi hak gelarnya. #gr

20) Bagi kita para awam; sungguh Allah menyayangi hamba nan menginsyafi kadar dirinya; tak membebani diri dengan yang tak disanggupinya. #gr





















 

Blogger news

Blogroll