Labels

Meneledani kesederhanaan Pak A.R.


K.H. Abdul Rozak Fachrudin, ulama kharismatik kelahiran pakualaman, Yogyakarta, 14 februari 1916 ini adalah Ketua Umum Muhammadiyah periode Tahun 1968-1990. Beliau memegang amanah sebagai pimpinan tertinggi ormas islam besar ini selama 22 tahun. Kurun waktu paling lama dalam sejarah estafet kepemimpinan tertinggi di Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Meski hampir seperempat abad ia menduduki jabatan puncak di Muhammadiyah, kehidupan Pak AR sapaan akrabnya sangat jauh dari kesan kemewahan dan limpahan harta.
Menurut Emha Ainun Najib , “ betapa melimpahnya rizqi dari Allah SWT kepada pak AR, sehingga kehidupan beliau hampir sama sekali tidak bergantung kepada barang-barang dunia. Pernahkah Anda membayangkan ada seorang pemimpin organisasi besar yang anggotanya berpuluh-puluh juta. Sedang dia hanya menjual dengan beberapa dirgen minyak tanah dan bensin didepan pagar rumahnya. Pak Emha menambahkan bahwa pak AR ini bukanlah penganut tarekat atau seorang sufi. Tapi pembawaanya sangat sederhana. Begitu juga di lingkungan keluarganya. Saking sederhananya pak AR ini meski ada garasi di rumahnya, tak ada satu mobilpun yang menjadi penghuninya. Yang nangkring hanyalah sepeda motor Yamaha butut keluaran 1970-an.
Menurut pandangan Amien Rais Sesuatu yang nampak menonjol dari pribadi Pak AR adalah kesederhanaan, kejujuran, dan keikhlasan. Tiga sifat itulah, warisan utama Pak AR yang perlu terus dihidupkan tidak hanya oleh kalangan Muhammadiyah. Selaku pemimpin umat, Pak AR sangat sepi dari limpahan harta benda. Beliau sangat mungkin untuk memiliki mobil mengkilap, atau rumah mewah. Tetapi Pak AR memilih untuk tidak punya apa-apa, kata Amien.
Jika dilihat secara kasat mata, adalah sesuatu yang tak lazim, seorang pemimpin organisasi modern terbesar di Indonesia yang punya puluhan rumah sakit dan ribuan sekolah itu, hidup dengan penuh kesederhanaan. Dirumahnya juga ada beberapa kamar disewakan untuk kos-kosan mahasiswa.
Dari sekelumit pernyataan dari tokoh-tokoh mengenai kepribadian Pak AR ini, setidaknya dapat diperoleh gambaran seorang pemimpin yang merakyat, dengan tutur katanya yang seiring dengan perbuatanya, beliau juga tak silau dengan harta dan jabatan duniawi. Seperti halnya yang diungkapakan oleh budayawan Emha Ainun Najib, Pak AR yang notabene adalah seorang pemimpin organisasi besar yang anggotanya berpuluh-puluh juta. Sedang dia hanya menjual beberapa dirgen minyak tanah dan bensin didepan pagar rumahnya. Cak Nun juga menyatakan, pembawaan pak AR sangat sederhana, saking sederhananya pak AR ini meski ada garasi di rumahnya, tak ada satu mobilpun yang menjadi penghuninya. Yang nangkring hanyalah sepeda motor Yamaha butut keluaran 1970-an.
Sepeda motor tua itu yang biasa ia gunakan untuk memenuhi panggilan dakwah, walaupun jika motor itu dipakai anaknya untuk kuliah, ia rela dibonceng anak SMA untuk bisa sampai ke tempat yang ditujunya dalam memberikan ceramah. Pak AR sangat memprioritaskan dakwah di lingkungan masyarakat bawah. Beliau yang memang selalu ingin dekat dengan rakya
t kecil itu, paling senang jika diundang berceramah di kalangan rakyat bawah di lembah Kali Code dan kampung-kampung pinggiran di Yogyakarta. Suatu kali, dalam sebuah kultum (kuliah tujuh menit), Pak AR menjelaskan mengapa dirinya senang ceramah di kalangan rakyat kecil dan miskin. "Karena itulah sunnah Nabi SAW," jawabnya.
Para pengikut Islam, pertama-tama, jelas Pak AR, adalah rakyat miskin dan budak belian. "Karena itu, sebagai dai jangan berharap pada orang-orang besar dan kaya. Bukankah Nabi pernah mendapat teguran dari Allah karena menyepelekan orang kecil demi berdakwah untuk orang besar?" jelasnya.
Sikapnya yang merakyat inilah yang membuat periode kepemimpinannya dinilai sangat berhasil. Totalitas Pak AR dalam ber-Muhammadiyah, itu juga ditunjukkan dalam bentuk penolakannya ketika pemerintah Orde Baru berkali-kali menawarinya menjadi anggota DPR dan jabatan lainnya. Di sisi lain, Pak AR juga tetap menjaga hubungan baik dengan pemerintah, dan bekerja sama secara wajar. Sikap dan kebijakannya ini membuat warga Muhammadiyah merasa teduh, aman dan memberikan kepercayaan yang besar kepadanya. Pak AR wafat di solo, Jawa Tengah pada 17 Maret 1995 pada umur 79 tahun.
Dengan serangkaian riwayat hidup Pak AR yang penuh keteladanan. Kita sebagai generasi muda yang akan menjadi pemimpin di masa mendatang, patutlah mengambil banyak pelajaran terkait sikap sebagai pemimpin yang senantiasa sederhana, rendah hati, dan tak silau dengan jabatan yang diemban. Senantiasa hidup sewajarnya tanpa berlebih-lebihan apalagi bermewah-mewahan. Dengan kesederhanaan, setiap amanah dan tanggungjawab yang dipikul akan lebih memberikan kesan ringan, nyaman serta dapat menambah keberkahan.

Dari berbagai sumber

0 comments:

Post a Comment

 

Blogger news

Blogroll