Apa yg akan kita sombongkan dari karya kita:
1) Apa yang mau kita sombongkan; jika Imam An Nawawi menulis Syarh
Shahih Muslim yang tebal itu sedang beliau tak punya Kitab Shahih
Muslim?
2) Beliau menulisnya berdasar hafalan atas Kitab Shahih Muslim yang
diperoleh dari Gurunya; lengkap dengan sanad inti & sanad
tambahannya.
3) Sanad inti maksudnya; perawi antara Imam Muslim sampai RasuluLlah.
Sanad tambahan yakni; mata-rantai dari An Nawawi hingga Imam Muslim.
4) Jadi bayangkan; ketika menulis penjabarannya, An Nawawi menghafal
7000-an hadits sekaligus sanadnya dari beliau ke Imam Muslim sekira 9-13
tingkat Gurunya; ditambah hafal sanad inti sekira 4-7 tingkat Rawi.
5) Yang menakjubkan lagi; penjabaran itu disertai perbandingan dengan
hadits dari Kitab lain (yang jelas dari hafalan sebab beliau tak
mendapati naskahnya), penjelasan kata maupun maksud dengan atsar
sahabat, Tabi’in, & ‘Ulama; munasabatnya dengan Ayat & Tafsir,
istinbath hukum yang diturunkan darinya; dan banyak hal lain lagi.
7) Hari ini kita menepuk dada; dengan karya yang hanya pantas jadi
ganjal meja beliau, dengan kesulitan telaah yang tak ada seujung
kukunya.
8) Hari ini kita jumawa; dengan alat menulis yang megah, dengan
rujukan yang daring, & tak malu sedikit-sedikit bertanya pada Syaikh
Google.
9) Kita baru menyebut 1 karya dari seorang ‘Alim saja sudah bagai
langit & bumi rasanya. Bagaimana dengan kesemua karyanya yang hingga
umur kita tuntaspun takkan habis dibaca?
10) Bagaimana kita mengerti kepayahan pada zaman mendapat 1 hadits harus berjalan berbulan-bulan?
11) Bagaimana kita mencerna; bahwa dari nyaris 1.000.000 hadits yang
dikumpulkan & dihafal seumur hidup; Al Bukhari memilih 6000-an saja?
12) Atas ratusan ribu hadits yang digugurkan Al Bukhari; tidakkah
kita renungi; mungkin semua ucap & tulisan kita jauh lebih layak
dibuang?
13) Kita baru melihat 1 sisi saja bagaimana mereka berkarya; belum
terhayati bahwa mereka juga bermandi darah & berhias luka di medan
jihad.
14) Mereka kadang harus berhadapan dengan penguasa zhalim &
siksaan pedihnya, si jahil yang dengki & gangguan kejinya. Betapa
menyesakkan.
15) Kita mengeluh listrik mati atau data terhapus; Imam Asy Syafi’i
tersenyum kala difitnah, dibelenggu, & dipaksa berjalan
Shan’a-Baghdad.
16) Kita menyedihkan laptop yang ngadat & deadline yang gawat;
punggung Imam Ahmad berbilur dipukuli pagi & petang hanya karena 1
kalimat.
17) Kita berduka atas agal terbitnya karya; Imam Al Mawardi berjuang
menyembunyikan tulisan hingga menjelang ajal agar terhindar dari puja.
18) Mari kembali pada An Nawawi & tak usah bicara tentang
Majmu’-nya yang dahsyat & Riyadhush Shalihin-nya yang permata; mari
perhatikan karya tipisnya; Al Arba’in. Betapa barakah; disyarah
berratus, dihafal berribu, dikaji berjuta manusia & tetap
menakjubkan susunannya.
19) Maka tiap kali kita bangga dengan “best seller”, “nomor satu”,
“juara”, “dahsyat”, & “terhebat”; liriklah kitab kecil itu. Lirik
saja.
20) Agar kita tahu; bahwa kita belum apa-apa, belum ke mana-mana, & bukan siapa-siapa. Lalu belajar, berkarya, bersahaja.
Kultwit Ust. Salim A. Fillah