Hukum Chatting (Ngobrol) Antar Lawan Jenis Via Internet
Oleh : Syaikh Nashir bin Hamd Al Fahd
Penanya: Aku adalah seorang pemuda. Aku punya hobi ngenet (main internet) dan chatting (ngobrol). Aku hampir tidak pernah chatting dengan wanita. Jika terpaksa aku chatting dengan wanita maka aku tidaklah berbicara kecuali dalam hal yang baik-baik.
Kurang dari setahun lalu ada seorang gadis yang mengajak aku chatting lalu meminta no HP-ku. Aku katakan bahwa aku tidak mau menggunakan hp dan aku tidak ingin membuat Allah murka kepadaku.
Dia lalu mengatakan, “Engkau adalah seorang pemuda yang sopan dan berakhlak mulia. Aku akan bahagia jika kita bisa berkomunikasi secara langsung”. Kukatakan kepadanya, “Maaf aku tidak mau menggunakan HP”. Kemudian dia berkata dengan nada kesal, “Terserah kamu kalo gitu”.
Selama beberapa bulan kami hanya berhubungan melalui chatting. Suatu ketika dia mengatakan, “Aku ingin no HP-mu”. “Bukankah dulu sudah pernah kukatakan kepadamu bahwa aku tidak mau menggunakan HP”, jawabku. Dia lalu berjanji tidak akan menghubungiku kecuali ada hal yang mendesak. Kalau demikian aku sepakat.
Setelah itu selama tiga bulan dia tidak pernah menghubungiku. Akupun berdoa agar Allah menjadikannya bersama hamba-hamba-Nya yang shalih.
Tak lama kemudian ada seorang gadis kurang lebih berusia 16 tahun yang berakhlak dan sangat sopan menghubungi no HP-ku. Dia berkata dalam telepon, “Apa benar engkau bernama A?”. “Benar, apa yang bisa kubantu”, tanyaku. Dia mengatakan, “Fulanah, yaitu gadis yang telah kukenal via chatting, nitip salam untukmu”. “Salam kembali untuknya. Mengapa tidak dia sendiri yang menghubungiku?”, tanyaku. “Telepon rumahnya diawasi ketat oleh orang tuanya”, jawabnya.
Setelah orang tuanya kembali memberi kelonggaran, dia kembali menghubungiku. Kukatakan kepadanya, “Jangan sering telepon” namun dia selalu saja menghubungiku. Akan tetapi pembicaraan kami sebatas hal-hal yang baik-baik. Kami saling mengingatkan untuk melaksanakan shalat, puasa dan shalat malam.
Setelah beberapa waktu lamanya, dia berterus terang kalau dia jatuh cinta kepadaku dan aku sendiri juga sangat mencintainya. Aku juga berharap bisa menikahinya sesuai dengan ajaran Allah dan rasul-Nya karena dia adalah seorang gadis yang berakhlak, beradab dan taat beragama setelah aku tahu secara pasti bahwa aku adalah orang yang pertama kali melamarnya via telepon.
Akan tetapi empat bulan yang lewat, ayahnya memaksanya untuk menikah dengan saudara sepupunya sendiri karena ayahnya marah dengannya. Inilah awal masalah. Aku mulai sulit tidur. Kukatakan kepadanya, “Serahkan urusan kita kepada Allah. Kita tidak boleh menentang takdir”. Namun dia meski sudah menikah tetap saja menghubungiku. Kukatakan kepadanya, “Haram bagimu untuk menghubungiku karena engkau sudah menjadi istri seseorang”.
Yang jadi permasalahan, bolehkah dia menghubungiku via HP sedangkan dia telah menjadi istri seseorang? Allah-lah yang menjadi saksi bahwa pembicaraanku dengannya sebatas hal yang baik-baik. Kami saling mengingatkan untuk menambah ketaatan terlebih lagi ayahnya memaksanya untuk menikah dengan lelaki yang tidak dia cintai.
Jawab:
Saling menelepon antar lawan jenis itu tidaklah diperbolehkan secara mutlak baik pihak wanita sudah bersuami maupun belum. Bahkan ini adalah tipu daya Iblis.
Engkau katakan bahwa tidak ada hubungan antaramu dengan dia selain saling menasehati dan mengajak untuk melakukan amal shalih. Perhatikan bagaimana masalah cinta dan yang lainnya menyusup melalui hal ini. Bukankah engkau tadi mengatakan bahwa engkau mencintainya dan diapun mencintaimu sedangkan katamu topik pembicaraanmu hanya seputar amal shalih? Kami tahu sendiri beberapa pemuda yang semula sangat taat beragama berubah menjadi menyimpang gara-gara hal ini.
Wahai saudaraku bertakwalah kepada Allah. Jauhilah perkara ini. Cara-cara seperti ini lebih berbahaya dari pada cara-cara orang fasik yang secara terang-terangan ngobrol dengan perempuan dengan tujuan-tujuan yang tidak terpuji. Mereka sadar bahwa yang mereka lakukan adalah sebuah maksiat. Sadar bahwa perkara itu adalah keliru merupakan awal langkah untuk memperbaiki diri.
Sedangkan dirimu tidak demikian bahkan bisa jadi engkau menganggapnya sebagai sebuah ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
“Tidaklah kutinggalkan suatu ujian yang lebih berat bagi laki-laki melebihi wanita” (HR Bukhari no 4808 dan Muslim no 2740 dari Usamah bin Zaid).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
“Sesungguhnya awal kebinasaan Bani Israil adalah disebabkan masalah wanita” (HR Muslim no 7124 dari Abu Sa’id Al Khudry).
Perempuan yang mengajakmu ngobrol dengan berbagai obrolan ini padahal tidak ada hubungan kekerabatan antara dirimu dengannya adalah suatu yang haram. Hati-hatilah dengan cara-cara seperti ini. Semoga Allah menjadikanmu sebagai salah seorang hamba-Nya yang shalih.
Tanya: Sekiranya jawaban terhadap pertanyaan di atas adalah tidak boleh apakah boleh dia mengajakku ngobrol via chatting?
Jawab:
Wahai saudaraku, hal ini tidaklah dibolehkan. Hubunganmu dengannya semula adalah chatting lalu berkembang menjadi komunikasi langsung via telepon dan puncaknya adalah ungkapan cinta. Apakah hanya akan berhenti di sini?
Semua hal ini adalah tipu daya Iblis untuk menjerumuskan kaum muslimin dalam hal-hal yang haram. Bersyukurlah kepada Allah karena Dia masih menyelamatkanmu. Bertakwalah kepada Allah, jangan ulangi lagi baik dengan perempuan tersebut ataupun dengan yang lain.
Tanya: Apa hukum seorang laki-laki yang chatting dengan seorang perempuan via internet dan yang dibicarakan adalah hal yang baik-baik?
Jawab:
Tidak ada seorangpun yang bisa mengeluarkan fatwa yang bersifat umum untuk permasalahan semisal ini karena ada banyak hal yang harus dipertimbangkan masak-masak. Fatwa yang bisa saya sampaikan kepadamu adalah obrolan dengan lawan jenis yang semisal kau lakukan adalah tidak diperbolehkan. Bukti nyata untuk hal ini adalah apa yang engkau ceritakan sendiri bahwa hubunganmu dengan perempuan tersebut terus berkembang ke arah yang terlarang.
(Dinukil dan diterjemahkan dari Majmu Fatawa Al Adab karya Nashir bin Hamd Al Fahd).
Say No To Valentine..!
Perayaan Valentine’s day adalah Bagian dari Syiar Agama Nasrani
Valentine’s Day menurut literatur ilmiah yang kita dapat menunjukkan bahwa perayaan itu bagian dari simbol agama Nasrani.
Bahkan kalau mau dirunut ke belakang, sejarahnya berasal ari upacara ritual agama Romawi kuno. Adalah Paus Gelasius I pada tahun 496 yang memasukkan upacara ritual Romawi kuno ke dalam agama Nasrani, sehingga sejak itu secara resmi agama Nasrani memiliki hari raya baru yang bernama Valentine’s Day.
The Encyclopedia Britania, vol. 12, sub judul: Chistianity, menuliskan penjelasan sebagai berikut: “Agar lebih mendekatkan lagi kepada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (The World Encylopedia 1998).
Keterangan seperti ini bukan keterangan yang mengada-ada, sebab rujukannya bersumber dari kalangan barat sendiri. Dan keterangan ini menjelaskan kepada kita, bahwa perayaan hari valentine itu berasal dari ritual agama Nasrani secara resmi. Dan sumber utamanya berasal dari ritual Romawi kuno. Sementara di dalam tatanan aqidah Islam, seorang muslim diharamkan ikut merayakan hari besar pemeluk agama lain, baik agama Nasrani ataupun agama paganis (penyembah berhala) dari Romawi kuno.
Sejarah Valentine di atas menjelaskan kepada kita apa dan bagaimana Valentine’s Day itu, yang tidak lain bersumber dari paganisme orang musyrik, penyembahan berhala dan penghormatan pada pastor. Bahkan tak ada kaitannya dengan kasih sayang. Lalu kenapa kita masih juga menyambut hari valentine? Adakah ia merupakan hari yang istimewa? Adat kebiasaan? Atau hanya ikut-ikutan semata tanpa tahu asal muasalnya? Bila demikian, sangat disayangkan banyak teman-teman kita -remaja putra-putri muslim – yang terkena penyakit ikut-ikutan mengekor budaya Barat dan acara ritual agama lain.
PANDANGAN ISLAM
Sebagai seorang muslim tanyakanlah pada diri kita sendiri, apakah kita akan mencontohi begitu saja sesuatu yang jelas bukan bersumber dari Islam ?
Mari kita renungkan firman Allah s.w.t.:
“Dan janganlah kamu megikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabnya”. (Surah Al-Isra : 36)
Dalam Islam kata “tahu” berarti mampu mengindera(mengetahui) dengan seluruh panca indera yang dikuasai oleh hati. Pengetahuan yang sampai pada taraf mengangkat isi dan hakikat sebenarnya. Bukan hanya sekedar dapat melihat atau mendengar. Bukan pula sekadar tahu sejarah, tujuannya, apa, siapa, kapan(bila), bagaimana, dan di mana, akan tetapi lebih dari itu.
Oleh kerana itu Islam amat melarang kepercayaan yang membonceng(mendorong/mengikut) kepada suatu kepercayaan lain atau dalam Islam disebut Taqlid.
Rasulullah shallallahu'alaihi wasalam bersabda:
“Barang siapa yang meniru atau mengikuti suatu kaum maka dia termasuk kaum tersebut”.
Allah SWT berfirman :
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertangggungjawabnya? (QS. Al-Isra’ [17]: 36).
Ibnul qayyim al-jauziyah rahimahullah berkata, " Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa pernuatan tersebut haram.
semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan, "selamat hari raya!" dan sejenisnya. bagi yang mengucapkannya, kalupun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan haram. karena berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyekutukan Allah. bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya disisi Allah dan lebih dimurkai daripada memberi selamat atas perbuatan minum khamr atau membunuh. banyak orang yang kurang mengerti agama, terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut. seperti seorang yang memberi selamat kepada orang lain atas perbuatan maksiat, bid'ah atau kekufuran maka ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Allah."
Syaikh Utsaimin rahimahullah ketika ditanya tentang valentine's day mengatakan:
"merayakan hari valentine itu tidak boleh, karena: pertama: ia merupakan hari raya bid'ah yang tidak ada dasar hukumnya dalam syariat islam.
kedua: ia dapat menyebabkan hati sibuk dengan perkara-perkara rendahan seperti ini yang sangat bertentangan dengan petunjuk para salaf shalih (pendahulu kita)-semoga Allah meridhai mereka, maka tidak halal melakukan ritual hari raya, baik dalam bentuk makan-makan, minum-minum, berpakaian, saling tukar hadiah ataupun lainnya. hendaknya setiap muslim merasa bangga dengan agamanya, tidak menjadi orang yang tidak mempunyai pegangan dan ikut-ikutan, semoga Allah melindungi kaum muslimin dari segala fitnah (ujian hidup) yang tampak ataupun yang tersembunyi dan semoga meliputi kita semua dengan bimbinganNya.
maka adalah wajib bagi setiap orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat untuk melaksanakan wala' dan bara' (loyalitas kepada muslimin dan berlepas diri dari golongan kafir) yang merupakan dasar akidah yang dipegang oleh para salaf shalih, yaitu mencintai orang-orang mu'min dan membenci dan menyelisihi (membedakan diri dengan) orang-orang kafir dalam ibadah dan perilaku.
Harus diingat mengamalkan dan mengikuti budaya asing, terutamanya di dalam merayakan hari-hari tertentu tanpa mengetahui latar belakang perayaan tersebut, sebenarnya akan menjerumuskan umat Islam kepada kehancuran kerana perkara-perkara seperti ini bukan saja menghancurkan akhlak orang-orang Islam bahkan boleh menghancurkan keimanan dan akidah mereka.
Wallahu A’lam...
Valentine’s Day menurut literatur ilmiah yang kita dapat menunjukkan bahwa perayaan itu bagian dari simbol agama Nasrani.
Bahkan kalau mau dirunut ke belakang, sejarahnya berasal ari upacara ritual agama Romawi kuno. Adalah Paus Gelasius I pada tahun 496 yang memasukkan upacara ritual Romawi kuno ke dalam agama Nasrani, sehingga sejak itu secara resmi agama Nasrani memiliki hari raya baru yang bernama Valentine’s Day.
The Encyclopedia Britania, vol. 12, sub judul: Chistianity, menuliskan penjelasan sebagai berikut: “Agar lebih mendekatkan lagi kepada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (The World Encylopedia 1998).
Keterangan seperti ini bukan keterangan yang mengada-ada, sebab rujukannya bersumber dari kalangan barat sendiri. Dan keterangan ini menjelaskan kepada kita, bahwa perayaan hari valentine itu berasal dari ritual agama Nasrani secara resmi. Dan sumber utamanya berasal dari ritual Romawi kuno. Sementara di dalam tatanan aqidah Islam, seorang muslim diharamkan ikut merayakan hari besar pemeluk agama lain, baik agama Nasrani ataupun agama paganis (penyembah berhala) dari Romawi kuno.
Sejarah Valentine di atas menjelaskan kepada kita apa dan bagaimana Valentine’s Day itu, yang tidak lain bersumber dari paganisme orang musyrik, penyembahan berhala dan penghormatan pada pastor. Bahkan tak ada kaitannya dengan kasih sayang. Lalu kenapa kita masih juga menyambut hari valentine? Adakah ia merupakan hari yang istimewa? Adat kebiasaan? Atau hanya ikut-ikutan semata tanpa tahu asal muasalnya? Bila demikian, sangat disayangkan banyak teman-teman kita -remaja putra-putri muslim – yang terkena penyakit ikut-ikutan mengekor budaya Barat dan acara ritual agama lain.
PANDANGAN ISLAM
Sebagai seorang muslim tanyakanlah pada diri kita sendiri, apakah kita akan mencontohi begitu saja sesuatu yang jelas bukan bersumber dari Islam ?
Mari kita renungkan firman Allah s.w.t.:
“Dan janganlah kamu megikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabnya”. (Surah Al-Isra : 36)
Dalam Islam kata “tahu” berarti mampu mengindera(mengetahui) dengan seluruh panca indera yang dikuasai oleh hati. Pengetahuan yang sampai pada taraf mengangkat isi dan hakikat sebenarnya. Bukan hanya sekedar dapat melihat atau mendengar. Bukan pula sekadar tahu sejarah, tujuannya, apa, siapa, kapan(bila), bagaimana, dan di mana, akan tetapi lebih dari itu.
Oleh kerana itu Islam amat melarang kepercayaan yang membonceng(mendorong/mengikut) kepada suatu kepercayaan lain atau dalam Islam disebut Taqlid.
Rasulullah shallallahu'alaihi wasalam bersabda:
“Barang siapa yang meniru atau mengikuti suatu kaum maka dia termasuk kaum tersebut”.
Allah SWT berfirman :
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertangggungjawabnya? (QS. Al-Isra’ [17]: 36).
Ibnul qayyim al-jauziyah rahimahullah berkata, " Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa pernuatan tersebut haram.
semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan, "selamat hari raya!" dan sejenisnya. bagi yang mengucapkannya, kalupun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan haram. karena berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyekutukan Allah. bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya disisi Allah dan lebih dimurkai daripada memberi selamat atas perbuatan minum khamr atau membunuh. banyak orang yang kurang mengerti agama, terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut. seperti seorang yang memberi selamat kepada orang lain atas perbuatan maksiat, bid'ah atau kekufuran maka ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Allah."
Syaikh Utsaimin rahimahullah ketika ditanya tentang valentine's day mengatakan:
"merayakan hari valentine itu tidak boleh, karena: pertama: ia merupakan hari raya bid'ah yang tidak ada dasar hukumnya dalam syariat islam.
kedua: ia dapat menyebabkan hati sibuk dengan perkara-perkara rendahan seperti ini yang sangat bertentangan dengan petunjuk para salaf shalih (pendahulu kita)-semoga Allah meridhai mereka, maka tidak halal melakukan ritual hari raya, baik dalam bentuk makan-makan, minum-minum, berpakaian, saling tukar hadiah ataupun lainnya. hendaknya setiap muslim merasa bangga dengan agamanya, tidak menjadi orang yang tidak mempunyai pegangan dan ikut-ikutan, semoga Allah melindungi kaum muslimin dari segala fitnah (ujian hidup) yang tampak ataupun yang tersembunyi dan semoga meliputi kita semua dengan bimbinganNya.
maka adalah wajib bagi setiap orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat untuk melaksanakan wala' dan bara' (loyalitas kepada muslimin dan berlepas diri dari golongan kafir) yang merupakan dasar akidah yang dipegang oleh para salaf shalih, yaitu mencintai orang-orang mu'min dan membenci dan menyelisihi (membedakan diri dengan) orang-orang kafir dalam ibadah dan perilaku.
Harus diingat mengamalkan dan mengikuti budaya asing, terutamanya di dalam merayakan hari-hari tertentu tanpa mengetahui latar belakang perayaan tersebut, sebenarnya akan menjerumuskan umat Islam kepada kehancuran kerana perkara-perkara seperti ini bukan saja menghancurkan akhlak orang-orang Islam bahkan boleh menghancurkan keimanan dan akidah mereka.
Wallahu A’lam...
SERBA SALAH JADI ORANG AWAM Oleh Abu Fahd Negara Tauhid
SERBA SALAH JADI ORANG AWAM
Oleh Abu Fahd Negara Tauhid
01. “Masak memberikan ucapan selamat Natal ke teman saya aja gak boleh, padahal saya gak ikut2an merayakannya, jadi yang boleh apa?”
02. “Ya udah, kalo gak boleh mengucapkan selamat Natal, mendingan merayakan Tahun baru aja dech…tinggal 5 hari ini…”
03. “Hah??!! Merayakan tahun baru juga gak bolehh?? Katanya itu hari rayanya orang nasrani…Jadi yang boleh apa…? Ya udah, kalo gak boleh juga, aku gak akan merayakannya. Aku cuman niup terompet aja di malam tahun baru…”
04. “Lho…niup terompet juga gak boleh? Katanya itu tasyabbuh (mengikuti) orang yahudi…Ini salah…itu salah…ya udah, aku merayakan tahun baru islam saja yaitu tahun baru hijriyah…gak salah lagi…”
05. “Nah lho…! Merayakan tahun baru islam juga gak boleh? Katanya itu bid’ah dan tidak pernah dilakukan Nabi sama Sahabat2nya. Koq jadi serba salah semuanya? Jadi yang benar apa? Baiklah…kalo merayakan tahun baru islam gak boleh, aku akan merayakan hari rayanya umat islam aja, yaitu hari raya idul fithri, kebangetan kalo gak boleh juga. Aku akan takbiran keliling kampung sambil pukul beduk di hari raya itu!”
06. “Jreeeennggg…!! Gak boleh juga???? Koq semuanya serba gak boleh??? Ini gak boleh…itu gak boleh…mana yang benar??? Koq susah amat mau beramal aja. Entar aku gak mau beramal sama sekali lho!!…
(maaf nomornya diloncatin ya…)
99. “Alhamdulillah…setelah aku banyak menuntut ilmu, akhirnya aku tahu sekarang mana yang benar dan mana yang salah. Inilah hidayah dari Allah, sehingga aku bisa merasakan manisnya iman. Aku sekarang tahu kenapa dulu aku gak boleh beramal ini dan itu. Aku juga tahu kenapa dulu aku tidak boleh takbiran keliling kampung sambil pukul bedug dimalam Idul Fithri, tapi hanya cukup merayakannya saja sesuai syariat. Inilah hikmahnya jika kita banyak menuntut ilmu yang syar’i dan sesuai sunnah. Padahal agama ini sangat mudah sekali jika kita mengetahuinya.”
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman : “Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (Az-Zumar:9).
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan padanya, maka dia akan dipahamkan/difaqihkan dalam (urusan) agama.” (HR. Bukhari )
Oleh Abu Fahd Negara Tauhid
01. “Masak memberikan ucapan selamat Natal ke teman saya aja gak boleh, padahal saya gak ikut2an merayakannya, jadi yang boleh apa?”
02. “Ya udah, kalo gak boleh mengucapkan selamat Natal, mendingan merayakan Tahun baru aja dech…tinggal 5 hari ini…”
03. “Hah??!! Merayakan tahun baru juga gak bolehh?? Katanya itu hari rayanya orang nasrani…Jadi yang boleh apa…? Ya udah, kalo gak boleh juga, aku gak akan merayakannya. Aku cuman niup terompet aja di malam tahun baru…”
04. “Lho…niup terompet juga gak boleh? Katanya itu tasyabbuh (mengikuti) orang yahudi…Ini salah…itu salah…ya udah, aku merayakan tahun baru islam saja yaitu tahun baru hijriyah…gak salah lagi…”
05. “Nah lho…! Merayakan tahun baru islam juga gak boleh? Katanya itu bid’ah dan tidak pernah dilakukan Nabi sama Sahabat2nya. Koq jadi serba salah semuanya? Jadi yang benar apa? Baiklah…kalo merayakan tahun baru islam gak boleh, aku akan merayakan hari rayanya umat islam aja, yaitu hari raya idul fithri, kebangetan kalo gak boleh juga. Aku akan takbiran keliling kampung sambil pukul beduk di hari raya itu!”
06. “Jreeeennggg…!! Gak boleh juga???? Koq semuanya serba gak boleh??? Ini gak boleh…itu gak boleh…mana yang benar??? Koq susah amat mau beramal aja. Entar aku gak mau beramal sama sekali lho!!…
(maaf nomornya diloncatin ya…)
99. “Alhamdulillah…setelah aku banyak menuntut ilmu, akhirnya aku tahu sekarang mana yang benar dan mana yang salah. Inilah hidayah dari Allah, sehingga aku bisa merasakan manisnya iman. Aku sekarang tahu kenapa dulu aku gak boleh beramal ini dan itu. Aku juga tahu kenapa dulu aku tidak boleh takbiran keliling kampung sambil pukul bedug dimalam Idul Fithri, tapi hanya cukup merayakannya saja sesuai syariat. Inilah hikmahnya jika kita banyak menuntut ilmu yang syar’i dan sesuai sunnah. Padahal agama ini sangat mudah sekali jika kita mengetahuinya.”
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman : “Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (Az-Zumar:9).
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan padanya, maka dia akan dipahamkan/difaqihkan dalam (urusan) agama.” (HR. Bukhari )
Lamaranmu Kutolak.!
RENUNGAN HARI INI.. biar bikin seger hati,,
mungkin ini hanya kisah lama
namun coba baca dan renungkan makna nya,,
(Kisah Sederhana, Jenaka tapi Penuh Makna) ^_^
♥ LAMARANMU KUTOLAK ♥
Mereka, lelaki dan perempuan yang begitu berkomitmen dengan agamanya.
Melalui ta'aruf yang singkat dan hikmat, mereka memutuskan untuk melanjutkannya menuju khitbah.
Sang lelaki, sendiri, harus maju menghadapi lelaki lain: ayah sang perempuan.
Dan ini, tantangan yang sesungguhnya. Ia telah melewati deru pertempuran semasa aktivitasnya di kampus, tetapi pertempuran yang sekarang amatlah berbeda.
Sang perempuan, tentu saja siap membantunya. Memuluskan langkah mereka menggenapkan agamanya.
Maka, di suatu pagi, di sebuah rumah, di sebuah ruang tamu, seorang lelaki muda menghadapi seorang lelaki setengah baya, untuk 'merebut' sang perempuan muda, dari sisinya.
"Oh, jadi engkau yang akan melamar itu?" tanya sang setengah baya.
"Iya, Pak," jawab sang muda.
"Engkau telah mengenalnya dalam-dalam? " tanya sang setengah baya sambil menunjuk si perempuan.
"Ya Pak, sangat mengenalnya, " jawab sang muda, mencoba meyakinkan.
"Lamaranmu kutolak. Berarti engkau telah memacarinya sebelumnya? Tidak bisa. Aku tidak bisa mengijinkan pernikahan yang diawali dengan model seperti itu!" balas sang setengah baya.
Si pemuda tergagap, "Enggak kok pak, sebenarnya saya hanya kenal sekedarnya saja, ketemu saja baru sebulan lalu."
"Lamaranmu kutolak. Itu serasa 'membeli kucing dalam karung' kan, aku takmau kau akan gampang menceraikannya karena kau tak mengenalnya.
Jangan-jangan kau nggak tahu aku ini siapa?" balas sang setengah baya, keras.
Ini situasi yang sulit. Sang perempuan muda mencoba membantu sang lelaki muda. Bisiknya, "Ayah, dia dulu aktivis lho."
"Kamu dulu aktivis ya?" tanya sang setengah baya.
"Ya Pak, saya dulu sering memimpin aksi demonstrasi anti Orba di Kampus," jawab sang muda, percaya diri.
"Lamaranmu kutolak. Nanti kalau kamu lagi kecewa dan marah sama istrimu, kamu bakal mengerahkan rombongan teman-temanmu untuk mendemo rumahku ini kan?"
"Anu Pak, nggak kok. Wong dulu demonya juga cuma kecil-kecilan. Banyak yang nggak datang kalau saya suruh berangkat."
"Lamaranmu kutolak. Lha wong kamu ngatur temanmu saja nggak bisa, kok mau ngatur keluargamu?"
Sang perempuan membisik lagi, membantu, "Ayah, dia pinter lho."
"Kamu lulusan mana?"
"Saya lulusan Teknik Elektro UGM Pak. UGM itu salah satu kampus terbaik di Indonesia lho Pak."
"Lamaranmu kutolak. Kamu sedang menghina saya yang cuma lulusan STM ini tho? Menganggap saya bodoh kan?"
"Enggak kok Pak. Wong saya juga nggak pinter-pinter amat Pak. Lulusnya saja tujuh tahun, IPnya juga cuma dua koma Pak."
"Lha lamaranmu ya kutolak. Kamu saja bego gitu gimana bisa mendidik anak-anakmu kelak?"
Bisikan itu datang lagi, "Ayah dia sudah bekerja lho."
"Jadi kamu sudah bekerja?"
"Iya Pak. Saya bekerja sebagai marketing. Keliling Jawa dan Sumatera jualan produk saya Pak."
"Lamaranmu kutolak. Kalau kamu keliling dan jalan-jalan begitu, kamu nggak bakal sempat memperhatikan keluargamu."
"Anu kok Pak. Kelilingnya jarang-jarang. Wong produknya saja nggak terlalu laku."
"Lamaranmu tetap kutolak. Lha kamu mau kasih makan apa keluargamu, kalau kerja saja nggak becus begitu?"
Bisikan kembali, "Ayah, yang penting kan ia bisa membayar maharnya."
"Rencananya maharmu apa?"
"Seperangkat alat shalat Pak."
"Lamaranmu kutolak. Kami sudah punya banyak. Maaf."
"Tapi saya siapkan juga emas satu kilogram dan uang limapuluh juta Pak."
"Lamaranmu kutolak. Kau pikir aku itu matre, dan menukar anakku dengan uang dan emas begitu? Maaf anak muda, itu bukan caraku."
Bisikan, "Dia jago IT lho Pak"
"Kamu bisa apa itu, internet?"
"Oh iya Pak. Saya rutin pakai internet, hampir setiap hari lho Pak saya nge-net."
"Lamaranmu kutolak. Nanti kamu cuma nge-net thok. Menghabiskan anggaran untuk internet dan nggak ngurus anak istrimu di dunia nyata."
"Tapi saya ngenet cuma ngecek imel saja kok Pak."
"Lamaranmu kutolak. Jadi kamu nggak ngerti Facebook, Blog, Twitter, Youtube? Aku nggak mau punya mantu gaptek gitu."
Bisikan, "Tapi Ayah..."
"Kamu kesini tadi naik apa?"
"Mobil Pak."
"Lamaranmu kutolak. Kamu mau pamer tho kalau kamu kaya. Itu namanya Riya'. Nanti hidupmu juga bakal boros. Harga BBM kan makin naik."
"Anu saya cuma mbonceng mobilnya teman kok Pak. Saya nggak bisa nyetir"
"Lamaranmu kutolak. Lha nanti kamu minta diboncengin istrimu juga? Ini namanya payah. Memangnya anakku supir?"
Bisikan, "Ayahh.."
"Kamu merasa ganteng ya?"
"Nggak Pak. Biasa saja kok"
"Lamaranmu kutolak. Mbok kamu ngaca dulu sebelum melamar anakku yang cantik ini."
"Tapi pak, di kampung, sebenarnya banyak pula yang naksir kok Pak."
"Lamaranmu kutolak. Kamu berpotensi playboy. Nanti kamu bakal selingkuh!"
Sang perempuan kini berkaca-kaca, "Ayah, tak bisakah engkau tanyakan soal agamanya, selain tentang harta dan fisiknya?"
Sang setengah baya menatap wajah sang anak, dan berganti menatap sang muda yang sudah menyerah pasrah.
"Nak, apa adakah yang engkau hapal dari Al Qur'an dan Hadits?" Si pemuda telah putus asa, tak lagi merasa punya sesuatu yang berharga.
Pun pada pokok soal ini ia menyerah, jawabnya, "Pak, dari tiga puluh juz saya cuma hapal juz ke tiga puluh, itupun yang pendek-pendek saja.
Hadits-pun cuma dari Arba'in yang terpendek pula."
Sang setengah baya tersenyum, "Lamaranmu KUTERIMA anak muda. Itu cukup. Kau lebih hebat dariku. Agar kau tahu saja, membacanya saja pun, aku masih tertatih."
Mata sang ANAK muda ikut berkaca-kaca.
Ini harus happy ending, bukan? ^_^
mungkin ini hanya kisah lama
namun coba baca dan renungkan makna nya,,
(Kisah Sederhana, Jenaka tapi Penuh Makna) ^_^
♥ LAMARANMU KUTOLAK ♥
Mereka, lelaki dan perempuan yang begitu berkomitmen dengan agamanya.
Melalui ta'aruf yang singkat dan hikmat, mereka memutuskan untuk melanjutkannya menuju khitbah.
Sang lelaki, sendiri, harus maju menghadapi lelaki lain: ayah sang perempuan.
Dan ini, tantangan yang sesungguhnya. Ia telah melewati deru pertempuran semasa aktivitasnya di kampus, tetapi pertempuran yang sekarang amatlah berbeda.
Sang perempuan, tentu saja siap membantunya. Memuluskan langkah mereka menggenapkan agamanya.
Maka, di suatu pagi, di sebuah rumah, di sebuah ruang tamu, seorang lelaki muda menghadapi seorang lelaki setengah baya, untuk 'merebut' sang perempuan muda, dari sisinya.
"Oh, jadi engkau yang akan melamar itu?" tanya sang setengah baya.
"Iya, Pak," jawab sang muda.
"Engkau telah mengenalnya dalam-dalam? " tanya sang setengah baya sambil menunjuk si perempuan.
"Ya Pak, sangat mengenalnya, " jawab sang muda, mencoba meyakinkan.
"Lamaranmu kutolak. Berarti engkau telah memacarinya sebelumnya? Tidak bisa. Aku tidak bisa mengijinkan pernikahan yang diawali dengan model seperti itu!" balas sang setengah baya.
Si pemuda tergagap, "Enggak kok pak, sebenarnya saya hanya kenal sekedarnya saja, ketemu saja baru sebulan lalu."
"Lamaranmu kutolak. Itu serasa 'membeli kucing dalam karung' kan, aku takmau kau akan gampang menceraikannya karena kau tak mengenalnya.
Jangan-jangan kau nggak tahu aku ini siapa?" balas sang setengah baya, keras.
Ini situasi yang sulit. Sang perempuan muda mencoba membantu sang lelaki muda. Bisiknya, "Ayah, dia dulu aktivis lho."
"Kamu dulu aktivis ya?" tanya sang setengah baya.
"Ya Pak, saya dulu sering memimpin aksi demonstrasi anti Orba di Kampus," jawab sang muda, percaya diri.
"Lamaranmu kutolak. Nanti kalau kamu lagi kecewa dan marah sama istrimu, kamu bakal mengerahkan rombongan teman-temanmu untuk mendemo rumahku ini kan?"
"Anu Pak, nggak kok. Wong dulu demonya juga cuma kecil-kecilan. Banyak yang nggak datang kalau saya suruh berangkat."
"Lamaranmu kutolak. Lha wong kamu ngatur temanmu saja nggak bisa, kok mau ngatur keluargamu?"
Sang perempuan membisik lagi, membantu, "Ayah, dia pinter lho."
"Kamu lulusan mana?"
"Saya lulusan Teknik Elektro UGM Pak. UGM itu salah satu kampus terbaik di Indonesia lho Pak."
"Lamaranmu kutolak. Kamu sedang menghina saya yang cuma lulusan STM ini tho? Menganggap saya bodoh kan?"
"Enggak kok Pak. Wong saya juga nggak pinter-pinter amat Pak. Lulusnya saja tujuh tahun, IPnya juga cuma dua koma Pak."
"Lha lamaranmu ya kutolak. Kamu saja bego gitu gimana bisa mendidik anak-anakmu kelak?"
Bisikan itu datang lagi, "Ayah dia sudah bekerja lho."
"Jadi kamu sudah bekerja?"
"Iya Pak. Saya bekerja sebagai marketing. Keliling Jawa dan Sumatera jualan produk saya Pak."
"Lamaranmu kutolak. Kalau kamu keliling dan jalan-jalan begitu, kamu nggak bakal sempat memperhatikan keluargamu."
"Anu kok Pak. Kelilingnya jarang-jarang. Wong produknya saja nggak terlalu laku."
"Lamaranmu tetap kutolak. Lha kamu mau kasih makan apa keluargamu, kalau kerja saja nggak becus begitu?"
Bisikan kembali, "Ayah, yang penting kan ia bisa membayar maharnya."
"Rencananya maharmu apa?"
"Seperangkat alat shalat Pak."
"Lamaranmu kutolak. Kami sudah punya banyak. Maaf."
"Tapi saya siapkan juga emas satu kilogram dan uang limapuluh juta Pak."
"Lamaranmu kutolak. Kau pikir aku itu matre, dan menukar anakku dengan uang dan emas begitu? Maaf anak muda, itu bukan caraku."
Bisikan, "Dia jago IT lho Pak"
"Kamu bisa apa itu, internet?"
"Oh iya Pak. Saya rutin pakai internet, hampir setiap hari lho Pak saya nge-net."
"Lamaranmu kutolak. Nanti kamu cuma nge-net thok. Menghabiskan anggaran untuk internet dan nggak ngurus anak istrimu di dunia nyata."
"Tapi saya ngenet cuma ngecek imel saja kok Pak."
"Lamaranmu kutolak. Jadi kamu nggak ngerti Facebook, Blog, Twitter, Youtube? Aku nggak mau punya mantu gaptek gitu."
Bisikan, "Tapi Ayah..."
"Kamu kesini tadi naik apa?"
"Mobil Pak."
"Lamaranmu kutolak. Kamu mau pamer tho kalau kamu kaya. Itu namanya Riya'. Nanti hidupmu juga bakal boros. Harga BBM kan makin naik."
"Anu saya cuma mbonceng mobilnya teman kok Pak. Saya nggak bisa nyetir"
"Lamaranmu kutolak. Lha nanti kamu minta diboncengin istrimu juga? Ini namanya payah. Memangnya anakku supir?"
Bisikan, "Ayahh.."
"Kamu merasa ganteng ya?"
"Nggak Pak. Biasa saja kok"
"Lamaranmu kutolak. Mbok kamu ngaca dulu sebelum melamar anakku yang cantik ini."
"Tapi pak, di kampung, sebenarnya banyak pula yang naksir kok Pak."
"Lamaranmu kutolak. Kamu berpotensi playboy. Nanti kamu bakal selingkuh!"
Sang perempuan kini berkaca-kaca, "Ayah, tak bisakah engkau tanyakan soal agamanya, selain tentang harta dan fisiknya?"
Sang setengah baya menatap wajah sang anak, dan berganti menatap sang muda yang sudah menyerah pasrah.
"Nak, apa adakah yang engkau hapal dari Al Qur'an dan Hadits?" Si pemuda telah putus asa, tak lagi merasa punya sesuatu yang berharga.
Pun pada pokok soal ini ia menyerah, jawabnya, "Pak, dari tiga puluh juz saya cuma hapal juz ke tiga puluh, itupun yang pendek-pendek saja.
Hadits-pun cuma dari Arba'in yang terpendek pula."
Sang setengah baya tersenyum, "Lamaranmu KUTERIMA anak muda. Itu cukup. Kau lebih hebat dariku. Agar kau tahu saja, membacanya saja pun, aku masih tertatih."
Mata sang ANAK muda ikut berkaca-kaca.
Ini harus happy ending, bukan? ^_^
K.H. Abdullah Gymnastiar
Salah
satu yang berbahaya diantara penyakit hati yang kita miliki adalah sifat egois,
sifat tidak mau kalah, sifat ingin menang sendiri, sifat ingin selalu merasa
benar, atau sifat ingin selalu merasa bahwa memang dirinya tidak berpeluang
untuk berbuat salah. Sifat seperti ini biasanya banyak menghinggapi orang-orang
yang diamanahi kedudukan—seperti para pimpinan dalam skala apapun.
Sifat-sifat tadi ujung-ujungnya
akan bermuara pada sikap otoriter, bahkan lebih jauh lagi menjadi seorang
diktator (suatu sebutan yang diantaranya dinisbahkan pada pemimpin pemerintahan
NAZI Jerman, Adolf Hitler atau pada pemerintahan fasis Italia zaman Benito
Musolini, dan juga para pemimpin diktator dunia lainnya).
Pastilah pula kita tidak akan
pernah nyaman mendengar kata-kata seperti itu dan kita juga tidak akan pernah
suka melihat orang yang otoriter, yang segalanya sepertinya harus dalam
genggamannya. Dan hasilnya kita tahu sendiri bahwa orang-orang yang memiliki cap
otoriter, orang yang selalu ingin segalanya dalam kekuasaannya, semuanya tunduk
dan patuh kepadanya, ujungnya adalah kejatuhan dan kehinaan.
Dari
segi namanya saja sudah menimbulkan kesan tidak enak untuk didengar kuping.
Simaklah kata, "otoriter", "egois", atau "menang sendiri" sepertinya kita
menangkap kesan yang kurang sreg dengan kata-kata ini. Apalagi jika
melihat langsung orang yang memiliki sifat seperti itu, akan lebih tidak suka
lagi. Tapi sayang, sepertinya kita jarang menyisihkan waktu untuk bertanya
secara jujur pada diri sendiri, apakah sifat-sifat itu ada pada diri kita atau
tidak? Apakah kita ini orang otoriter atau bukan? Maaf-maaf saja kepada para
orang tua, guru, manager, pimpinan, direktur, komandan, bos, pokoknya
orang-orang yang diamanahi kekuasaan oleh ALLOH, biasanya memiliki kecenderungan
sifat seperti ini.
Orang-orang yang otoriter biasanya
memiliki versi tersendiri dalam menilai suatu kejadian, versi yang sesuka dia
tentunya. Hal ini karena dia selalu memandang lebih dirinya sehingga selalu
melihat sesuatu itu kurangnya dan jeleknya saja. Akibatnya sebaik apapun yang
dilakukan orang lain selalu saja dari mulutnya meluncur omelan, gerutuan, dan
koreksian. Tepatlah baginya pepatah, ‘nila setitik rusak susu sebelanga’.
Artinya, karena kesalahan sedikit, jeleklah seluruh kelakuannya. Bagi orang
otoriter, biasanya tidak ada pilihan lain selain 100% harus sesuai
keinginannya.
Hasil
kajian sebuah penelitian menyebutkan bahwa para korban NAPZA (Narkotika,
Pshikotropika, dan Zat Aditif lainya) diantaranya adalah mereka yang tumbuh
besar dari kalangan orang tua otoriter, keras, mau menang sendiri, tidak mau
berkomunikasi, dan tidak ada dialog antar anggota keluarga sehingga si anak
menjadi seorang yang bersikap apatis, acuh, bahkan akhirnya si anak melarikan
rasa ketertekanannya ini ke NAPZA, naudzhubillah.
Ada
pula anak yang selalu bentrok dengan ibunya, karena si ibu begitu menuntut agar
dia nurut 100% tanpa reserve. Kondisi ini dibarengi pula dengan penilaian kepada
anak yang selalu negatif, akibat yang diungkapkan si ibu selalu sisi-sisi yang
salah dari diri si anak. Munculah ungkapan, "Sedikit-sedikit
salah-sedikit-sedikit salah!", bahkan saking kesalnya si anak ini berkata,
"Kalau saya ini salah terus, lalu kapan benarnya saya sebagai manusia ini?
Kenapa semua yang saya lakukan selalu disalahkan?!". Padahal kalau si anak belum
mengerti seharusnya orang tua yang lebih dulu mengerti, kalau si anak belum bisa
paham seharusnya orang tua yang duluan paham. Tapi karena orang tuanya tidak
mengerti dan kurang ilmu, akhirnya tanpa disadari si ibu telah menggiring dan
menjerumuskan anaknya ke dunia NAPZA.
Ternyata beginilah, gaya mendidik
yang otoriter, yang kaku, dan kurang komunikatif akan menghasilkan anak-anak
dalam kondisi tertekan, tidak aman, hingga ujungnya ia lari dari kenyataan yang
dihadapinya. Begitupun di kantor-kantor atau perusahaan-perusahaan yang memiliki
pimpinan bertife otoriter, pastilah dia akan membuat karyawannya tertekan. Hal
ini dapat diamati saat pimpinannya datang ke ruang kerja karyawannya, semua
karyawan menjadi tegang, gugup, dan panik. Ini terjadi karena kalau pimpinan
datang, maka yang dilihat hanya kesalahan-kesalahan karyawannya saja. Mengapa
begini? Mengapa begitu? Ini salah! Itu Salah! Jarang memuji, jarang menghargai,
jarang menyapa dengan baik, bahkan wajahnya menyeramkan dan angker karena sangat
jarang senyum. Pada akhirnya karyawan disiplinnya menjadi disiplin takut atau
disiplin semu, padahal sebenarnya karyawan merasa tertekan, sakit hati, dan
bahkan benci ke si pimpinan yang otoriter ini.
Diantara ciri perusahaan dengan
kondisi seperti ini adalah ditandai dengan perputaran keluar-masuk karyawan yang
sangat tinggi. Semua karyawan dari yang level tertinggi sampai yang level
terendah maunya keluar saja. Kalaupun ada yang bertahan, bukan karena senang
bekerja di sana, kebanyakan yang bertahan memang karena butuh saja. Butuh
uangnya, bukan butuh suasananya.
Oleh
sebab itu, hati-hatilah bagi para pemimpin yang otoriter, dan bersiap-siaplah
menjadi orang yang tidak disukai karena saking banyaknya orang yang merasa
teraniaya. Orang otoriter itu marahnya saja biasanya dilakukan di sembarang
tempat, asal dia ketemu dengan yang dimarahinya, marahnya akan meledak-ledak.
Padahal kemarahan seperti itu justru akan mempermalukan si pemarah itu sendiri
karena orang yang melihatnya akan mengeluarkan penilaian yang negatif kepada
dia. Misal, "Kok marahnya gitu-gitu amat, padahal dia haji, padahal dia
pejabat". Orang-orang yang marah biasanya omongannya juga jelek sekali,
kata-katanya kasar dan menyeramkan. Jadi ketika si pemarah itu marah, yang
dimarahi bukannya malah nurut atau bukannya malah simpati, yang terjadi justru
orang itu akan mengeluarkan penilaiannya sendiri. Walaupun nampak seperti nunduk
atau manggut-manggut, tapi hati tidak pernah bisa dibohongi, tidak pernah bisa
dibeli dengan kemarahan. Yang ada justru orang itu akan menjadi sakit hati,
dongkol dan merendahkan orang yang marah walaupun mungkin pada saat itu ia tidak
berani mengekspresikannya.
Hati-hati nih bagi para
pimpinan yang suka marah-marah, terutama orang-orang yang tidak biasa jadi
bawahan, kadang-kadang ia agak otoriter. Dalam keluarga militer memang
kecenderungan sifat otoriter muncul di keluarga itu akan jauh lebih kuat, karena
memang jalur komando ala militer kadangkala diberlakukan oleh pimpinan di
keluarga itu dengan konsep militer. Celakanya di kantor dididik dalam gaya hidup
ala militer, sayangnya di rumah mendidik dengan gaya yang sama, mendidik dengan
gaya ala militer, padahal kondisi kantor dan kondisi rumah berbeda.
Pernah ada sebuah keluarga dengan
empat anak, ternyata tiga diantaranya mengalami depresi berat karena sang ayah
terlalu kaku dalam memimpin rumah tangga yang pengelolaannya disamakan seperti
di kantornya. Jangan heran bila ada orang yang sukses di kantor belum tentu
sukses di rumah tangga. Ada yang "sukses" di kantor itu karena ia begitu
tegasnya sebagai seorang komandan, tapi di rumahnya anak-anak itu beda, karena
memang mereka bukanlah militer, mereka tidak dilatih kemiliteran dan terlebih
lagi mereka tidak dikasih pangkat.
Perlu
diwaspadai pula bahwa biasanya pemimpin yang otoriter akan membuahkan pula
bibit–bibit anak didik yang otoriter. Seperti guru yang otoriter, akan
menghasilkan anak-anak didik yang otoriter pula, bahkan nakal. Guru yang
otoriter di kelas, diantara sifat-sifatnya adalah maunya menang sendiri,
kata-katanya tajam, dan suka mempermalukan. Kelakuan ini sebenarnya akan jadi
bumerang bagi guru itu sendiri, seperti tidak disukai pelajarannya, tidak
disenangi perangainya, dan tentu saja ini suatu hal yang kontra produktif.
Apalagi perilaku-perilaku seperti ini sangat bertentangan dengan sikap-sikap
yang dituntunkan Rasulullah SAW yang ternyata memiliki pribadi yang sangat
indah, santun, dan berakhlak mulia.
Bagi
orang yang bagus perangainya, berwajah ceria, serta mulia akhlaknya maka ia
laksana mawar yang kuncup di musim semi, dia akan beroleh banyak teman yang
membawa kedamaian dan ketentraman, semua pintu terbuka baginya. Sementara orang
pemberang, mudah marah, egois, dan otoriter harus menggedor pintu untuk bisa
sekedar berbincang dengan seorang kawan. Karenanya, yang terbaik adalah
keramahan akhlak dan keceriaan. Rasulullah SAW sendiri adalah seorang yang
senantiasa berwajah cerah ceria penuh sungging senyuman, insya ALLOH.
***
IKHTIAR
MENGGAPAI BENING HATI
K.H. Abdullah Gymnastiar
Keberuntungan memiliki hati yang bersih,
sepatutnya membuat diri kita berpikir keras setiap hari menjadikan kebeningan
hati ini menjadi aset utama untuk menggapai kesuksesan dunia dan akhirat kita.
Subhanallaah, betapa kemudahan dan keindahan hidup akan senantiasa meliputi diri
orang yang berhati bening ini. Karena itu mulai detik ini bulatkanlah tekad
untuk bisa menggapainya, susun pula program nyata untuk mencapainya. Diantara
program yang bisa kita lakukan untuk menggapai hidup indah dan prestatif dengan
bening hati adalah :
1.
Ilmu
Carilah terus ilmu tentang
hati, keutamaan kebeningan hati, kerugian kebusukan hati, bagaimana perilaku dan
tabiat hati, serta bagaimana untuk mensucikannya. Diantara ikhtiar yang bisa kita lakukan
adalah dengan cara mendatangi majelis taklim, membeli buku-buku yang mengkaji
tentang kebeningan hati, mendengarkan ceramah-ceramah berkaitan dengan ilmu
hati, baik dari kaset maupun langsung dari nara sumbernya. Dan juga dengan cara
berguru langsung kepada orang yang sudah memahami ilmu hati ini dengan benar dan
ia mempraktekannya dalam kehidupan sehari-harinya. Harap dimaklumi, ilmu hati
yang disampaikan oleh orang yang sudah menjalaninya akan memiliki kekuatan
ruhiah besar dalam mempengaruhi orang yang menuntut ilmu kepadanya. Oleh
karenanya, carilah ulama yang dengan gigih mengamalkan ilmu hati ini.
2.
Riyadhah atau Melatih Diri
Seperti kata pepatah, “alah
bisa karena biasa”. Seseorang mampu melakukan sesuatu dengan optimal salah
satunya karena terlatih atau terbiasa melakukannya. Begitu pula upaya dalam
membersihkan hati ini, ternyata akan
mampu dilakukan dengan optimal jikalau kita terus-menerus melakukan
riyadhah (latihan). Adapun bentuk latihan diri yang dapat kita lakukan untuk
menggapai bening hati ini adalah
Menilai kekurangan atau
keburukan diri.
Patut diketahui
bahwa bagaimana mungkin kita akan mengubah diri kalau kita tidak tahu apa-apa
yang harus kita ubah, bagaimana mungkin kita memperbaiki diri kalau kita tidak
tahu apa yang harus diperbaiki. Maka hal pertama yang harus kita lakukan adalah
dengan bersungguh-sungguh untuk belajar jujur mengenal diri sendiri, dengan
cara
Memiliki waktu khusus untuk tafakur.
Setiap ba’da
shalat kita harus mulai berpikir; saya ini sombong atau tidak? Apakah saya ini
riya atau tidak? Apakah saya ini orangnya takabur atau tidak? Apakah saya ini
pendengki atau bukan? Belajarlah sekuat tenaga untuk mengetahui diri ini
sebenarnya. Kalau perlu buat catatan khusus tentang kekurangan-kekurangan diri
kita, (tentu saja tidak perlu kita beberkan pada orang lain). Ketahuilah bahwa
kejujuran pada diri ini merupakan modal yang teramat penting sebagai langkah
awal kita untuk memperbaiki diri kita ini
Memiliki partner.
Kawan sejati yang memiliki
komitmen untuk saling mengkoreksi semata-mata untuk kebaikan bersama yang memiliki komitmen untuk saling
mewangikan, mengharumkan, memajukan, dan diantaranya menjadi cermin bagi satu
yang lainnya. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Tentu saja dengan niat dan cara
yang benar, jangan sampai malah saling membeberkan aib yang akhirnya terjerumus
pada fitnah. Partner ini bisa istri, suami, adik, kakak, atau kawan-kawan lain
yang memiliki tekad yang sama untuk mensucikan diri. Buatlah prosedur yang baik,
jadwal berkala, sehingga selain mendapatkan masukan yang berharga tentang diri
ini dari partner kita, kita juga bisa menikmati proses ini secara
wajar.
Mamfaatkan orang yang tidak
menyukai kita.
Mengapa? Tiada lain karena
orang yang membenci kita ternyata memiliki kesungguhan yang lebih dibanding
orang yang lain dalam menilai, memperhatikan, mengamati, khususnya dalam hal
kekurangan diri. Hadapi mereka dengan kepala dingin, tenang, tanpa sikap yang
berlebihan. Anggaplah mereka sebagai aset karunia Allah yang perlu kita optimalkan keberadannya.
Karenanya, jadikan apapun yang mereka katakan, apapun yang mereka lakukan,
menjadi bahan perenungan, bahan untuk ditafakuri, bahan untuk dimaafkan, dan
bahan untuk berlapang hati dengan membalasnya justru oleh aneka kebaikan.
Sungguh tidak pernah rugi orang lain berbuat jelek kepada diri kita. Kerugian
adalah ketika kita berbuat kejelekkan
kepada orang lan.
Tafakuri kejadian yang ada
di sekitar kita.
Kejadian di
negara, tingkah polah para pengelola negara, akhlak pipmpinan negara, atau tokoh
apapun dan siapa pun di negeri ini. Begitu banyak yang dapat kita pelajari dan
tafakuri dari mereka, baik dalam hal kebaikan ataupun kejelekkan/kesalahan
(tentu untuk kita hindari kejelekkan/kesalahan serupa). Selain itu, dari
orang-orang yang ada di sekitar kita, seperti teman, tetangga, atau tamu, yang
mereka itu merupakan bahan untuk ditafakuri. Mana yang menyentuh hati, kita
menaruh rasa hormat, kagum, kepada mereka. Mana yang akan melukai hati, mendera
perasaan, mencabik qalbu, karena itu juga bisa jadi bahan contoh, bahan
perhatian, lalu tanyalah pada diri kita, mirip yang mana? Tidak usah kita
mencemooh orang lain, tapi tafakuri perilaku orang lain tersebut dan cocokkan
dengan keadaan kita. Ubahlah sesuatu yang dianggap melukai, seperti yang kita
rasakan, kepada sesuatu yang menyenangkan. Sesuatu yang dianggap mengagumkan,
kepada perilaku kita spereti yang kita kagumi tersebut. Mudah-mudahan dengan
riyadhah tahap awal ini kita mulai mengenal, siapa sebenarnya diri kita?
***
(Sumber : Koran Kecil MQ EDISI
06/TH.1/2001)
K.H. Abdullah Gymnastiar
Berhati-hatilah bagi orang-orang
yang ibadahnya temporal, karena bisa jadi perbuatan tersebut merupakan
tanda-tanda keikhlasannya belum sempurna. Karena aktivitas ibadah yang dilakukan
secara temporal tiada lain, ukurannya adalah urusan duniawi. Ia hanya akan
dilakukan kalau sedang butuh, sedang dilanda musibah, atau sedang disempitkan
oleh ujian dan kesusahan, meningkatlah amal ibadahnya. Tidak demikian halnya
ketika pertolongan ALLOH datang, kemudahan menghampiri, kesenangan berdatangan,
justru kemampuannya bersenang-senangnya bersama ALLOH malah menghilang.
Bagi
yang amalnya temporal, ketika menjelang pernikahan tiba-tiba saja ibadahnya jadi
meningkat, shalat wajib tepat waktu, tahajud nampak khusu, tapi anehnya ketika
sudah menikah, jangankan tahajud, shalat subuh pun terlambat. Ini perbuatan yang
memalukan. Sudah diberi kesenangan, justru malah melalaikan perintah-Nya.
Harusnya sesudah menikah berusaha lebih gigih lagi dalam ber-taqarrub
kepada ALLOH sebagai bentuk ungkapan rasa syukur.
Ketika berwudhu, misalnya, ternyata
disamping ada seorang ulama yang cukup terkenal dan disegani, wudhu kita pun
secara sadar atau tidak tiba-tiba dibagus-baguskan. Lain lagi ketika tidak ada
siapa pun yang melihat, wudhu kitapun kembali dilakukan dengan seadanya dan
lebih dipercepat.
Atau
ketika menjadi imam shalat, bacaan Quran kita kadangkala digetar-getarkan atau
disedih-sedihkan agar orang lain ikut sedih. Tapi sebaliknya ketika shalat
sendiri, shalat kita menjadi kilat, padat, dan cepat. Kalau shalat sendirian dia
begitu gesit, tapi kalau ada orang lain jadi kelihatan lebih bagus. Hati-hatilah
bisa jadi ada sesuatu dibalik ketidakikhlasan ibadah-ibadah kita ini. Karenanya
kalau melihat amal-amal yang kita lakukan jadi melemah kualitas dan kuantitasnya
ketika diberi kesenangan, maka itulah tanda bahwa kita kurang ikhlas dalam
beramal.
Hal
ini berbeda dengan hamba-hamba-Nya yang telah menggapai maqam ikhlas,
maqam dimana seorang hamba mampu beribadah secara istiqamah dan
terus-menerus berkesinambungan. Ketika diberi kesusahan, dia akan segera saja
bersimpuh sujud merindukan pertolongan ALLOH. Sedangkan ketika diberi kelapangan
dan kesenangan yang lebih lagi, justru dia semakin bersimpuh dan bersyukur lagi
atas nikmat-Nya ini.
Orang-orang yang ikhlas adalah
orang yang kualitas beramalnya dalam kondisi ada atau tidak ada orang yang
memperhatikannya adalah sama saja. Berbeda dengan orang yang kurang ikhlas,
ibadahnya justru akan dilakukan lebih bagus ketika ada orang lain
memperhatikannya, apalagi bila orang tersebut dihormati dan disegani.
Sungguh suatu keberuntungan yang
sangat besar bagi orang-orang yang ikhlas ini. Betapa tidak? Orang-orang yang
ikhlas akan senantiasa dianugerahi pahala, bahkan bagi orang-orang ikhlas,
amal-amal mubah pun pahalanya akan berubah jadi pahala amalan sunah atau wajib.
Hal ini akibat niatnya yang bagus.
Maka,
bagi orang-orang yang ikhlas, dia tidak akan melakukan sesuatu kecuali ia kemas
niatnya lurus kepada ALLOH saja. Kalau hendak duduk di kursi diucapkannya,
"Bismilahirrahmanirrahiim, ya ALLOH semoga aktivitas duduk ini menjadi
amal kebaikan". Lisannya yang bening senantiasa memuji ALLOH atas nikmatnya
berupa karunia bisa duduk sehingga ia dapat beristirahat menghilangkan
kepenatan. Jadilah aktivitas duduk ini sarana taqarrub kepada
ALLOH.
Karena banyak pula orang yang
melakukan aktivitas duduk, namun tidak mendapatkan pertambahan nilai apapun,
selain menaruh [maaf!] pantat di kursi. Tidak usah heran bila suatu saat ALLOH
memberi peringatan dengan sakit ambaien atau bisul, sekedar kenang-kenangan
bahwa aktivitas duduk adalah anugerah nikmat yang ALLOH karuniakan kepada kita.
Begitupun ketika makan, sempurnakan
niat dalam hati, sebab sudah seharusnya di lubuk hati yang paling dalam kita
meyakini bahwa ALLOH-lah yang memberi makan tiap hari, tiada satu hari pun yang
luput dari limpahan curahan nikmatnya.
Kalau
membeli sesuatu, perhitungkan juga bahwa apa yang dibeli diniatkan karena ALLOH.
Ketika membeli kendaraan, niatkan karena ALLOH. Karena menurut Rasulullah SAW,
kendaraan itu ada tiga jenis, 1) Kendaraan untuk ALLOH, 2) Kendaraan untuk
setan, 3) Kendaraan untuk dirinya sendiri. Apa cirinya? Kalau niatnya benar,
dipakai untuk maslahat ibadah, maslahat agama, maka inilah kendaraan untuk
ALLOH. Tapi kalau sekedar untuk pamer, ria, ujub, maka inilah kendaraan untuk
setan. Sedangkan kendaraan untuk dirinya sendiri, misakan kuda dipelihara,
dikembangbiakan, dipakai tanpa niat, maka inilah kendaran untuk diri sendiri.
Pastikan bahwa jikalau kita membeli
kendaraan, niat kita tiada lain hanyalah karena ALLOH. Karenanya bermohon saja
kepada ALLOH, "Ya ALLOH saya butuh kendaraan yang layak, yang bisa meringankan
untuk menuntut ilmu, yang bisa meringankan untuk berbuat amal, yang bisa
meringankan dalam menjaga amanah". Subhanallah bagi orang yang telah
meniatkan seperti ini, maka, bensinnya, tempat duduknya,
shockbreaker-nya, dan semuanya dari kendaraan itu ada dalam timbangan
kebaikan, insya ALLOH. Sebaliknya jika digunakan untuk maksiyat, maka kita juga
yang akan menanggungnya.
Kedahsyatan lain dari seorang hamba
yang ikhlas adalah akan memperoleh pahala amal, walaupun sebenarnya belum
menyempurnakan amalnya, bahkan belum mengamalkanya. Inilah istimewanya amalan
orang yang ikhlas. Suatu saat hati sudah meniatkan mau bangun malam untuk
tahajud, "Ya ALLOH saya ingin tahajud, bangunkan jam 03. 30 ya ALLOH". Weker pun
diputar, istri diberi tahu, "Mah, kalau mamah bangun duluan, bangunkan Papah.
Jam setengah empat kita akan tahajud. Ya ALLOH saya ingin bisa bersujud kepadamu
di waktu ijabahnya doa". Berdoa dan tidurlah ia dengan tekad bulat akan bangun
tahajud.
Sayangnya, ketika terbangun
ternyata sudah azan subuh. Bagi hamba yang ikhlas, justru dia akan gembira
bercampur sedih. Sedih karena tidak kebagian shalat tahajud dan gembira karena
ia masih kebagian pahalanya. Bagi orang yang sudah berniat untuk tahajud dan
tidak dibangunkan oleh ALOH, maka kalau ia sudah bertekad, ALLOH pasti akan
memberikan pahalanya. Mungkin ALLOH tahu, hari-hari yang kita lalui akan
menguras banyak tenaga. ALLOH Mahatahu apa yang akan terjadi, ALLOH juga
Mahatahu bahwa kita mungkin telah defisit energi karena kesibukan kita terlalu
banyak. Hanya ALLOH-lah yang menidurkan kita dengan pulas.
Sungguh apapun amal yang dilakukan
seorang hamba yang ikhlas akan tetap bermakna, akan tetap bernilai, dan akan
tetap mendapatkan balasan pahala yang setimpal. Subhanallah.
***
K.H. Abdullah Gymnastiar
Sehalus-halus kehinaan di sisi ALLOH adalah tercerabutnya kedekatan kita dari sisi-Nya. Hal ini biasanya ditandai dengan kualitas ibadah yang jauh dari meningkat, atau bahkan malah menurun. Tidak bertambah bagus ibadahnya, tidak bertambah pula ilmu yang dapat membuatnya takut kepada ALLOH, bahkan justru maksiat pun sudah mulai dilakukan, dan anehnya yang bersangkutan tidak merasa rugi. Inilah tanda-tanda akan tercerabutnya nikmat berdekatan bersama ALLOH Azza wa Jalla.
Pantaslah bila Imam Ibnu Athoillah pernah berujar, "Rontoknya iman ini akan terjadi pelan-pelan, terkikis-kikis sedikit demi sedikit sampai akhirnya tanpa terasa habis tandas tidak tersisa". Demikianlah yang terjadi bagi orang yang tidak berusaha memelihara iman di dalam kalbunya. Karenanya jangan pernah permainkan nikmat iman di hati ini.
Ada sebuah kejadian yang semoga dengan diungkapkannya di forum ini ada hikmah yang bisa diambil. Kisahnya dari seorang teman yang waktu itu nampak begitu rajin beribadah, saat shalat tak lepas dari linang air mata, shalat tahajud pun tak pernah putus, bahkan anak dan istrinya diajak pula untuk berjamaah ke mesjid. Selidik punya selidik, ternyata saat itu dia sedang menanggung utang. Karenanya diantara ibadah-ibadahnya itu dia selipkan pula doa agar utangnya segera terlunasi. Selang beberapa lama, ALLOH Azza wa Jalla, Zat yang Mahakaya dan Maha Mengabulkan setiap doa hamba-Nya pun berkenan melunasi utang rekan tersebut.
Sayangnya begitu utang terlunasi doanya mulai jarang, hilang pula motivasinya untuk beribadah. Biasanya kehilangan shalat tahajud menangis tersedu-sedu, "Mengapa Engkau tidak membangunkan aku, ya ALLOH?!", ujarnya seakan menyesali diri. Tapi lama-kelamaan tahajud tertinggal justru menjadi senang karena jadual tidur menjadi cukup. Bahkan sebelum azan biasanya sudah menuju mesjid, tapi akhir-akhir ini datang ke mesjid justru ketika azan. Hari berikutnya ketika azan tuntas baru selesai wudhu. Lain lagi pada besok harinya, ketika azan selesai justru masih di rumah, hingga akhirnya ia pun memutuskan untuk shalat di rumah saja.
Begitupun untuk shalat sunat, biasanya ketika masuk mesjid shalat sunat tahiyatul mesjid terlebih dulu dan salat fardhu pun selalu dibarengi shalat rawatib. Tapi sekarang saat datang lebih awal pun malah pura-pura berdiri menunggu iqamat, selalu ada saja alasannya. Sesudah iqamat biasanya memburu shaf paling awal, kini yang diburu justru shaf paling tengah, hari berikutnya ia memilih shaf sebelah pojok, bahkan lama-lama mencari shaf di dekat pintu, dengan alasan supaya tidak terlambat dua kali. "Kalau datang terlambat, maka ketika pulang aku tidak boleh terlambat lagi, pokoknya harus duluan!" Pikirnya.
Saat akan shalat sunat rawatib, ia malah menundanya dengan alasan nanti akan di rumah saja, padahal ketika sampai di rumah pun tidak dikerjakan. Entah disadari atau tidak oleh dirinya, ternyata pelan-pelan banyak ibadah yang ditinggalkan. Bahkan pergi ke majlis ta'lim yang biasanya rutin dilakukan, majlis ilmu di mana saja dikejar, sayangnya akhir-akhir ini kebiasaan itu malah hilang.
Ketika zikir pun biasanya selalu dihayati, sekarang justru antara apa yang diucapkan di mulut dengan suasana hati, sama sekali bak gayung tak bersambut. Mulut mengucap, tapi hati malah keliling dunia, masyaallah. Sudah dilakukan tanpa kesadaran, seringkali pula selalu ada alasan untuk tidak melakukannya. Saat-saat berdoa pun menjadi kering, tidak lagi memancarkan keuatan ruhiah, tidak ada sentuhan, inilah tanda-tanda hati mulai mengeras.
Kalau kebiasaan ibadah sudah mulai tercerabut satu persatu, maka inilah tanda-tanda sudah tercerabutnya taupiq dari-Nya. Akibat selanjutnya pun mudah ditebak, ketahanan penjagaan diri menjadi blong, kata-katanya menjadi kasar, mata jelalatan tidak terkendali, dan emosinya pun mudah membara. Apalagi ketika ibadah shalat yang merupakan benteng dari perbuatan keji dan munkar mulai lambat dilakukan, kadang-kadang pula mulai ditinggalkan. Ibadah yang lain nasibnya tak jauh beda, hingga akhirnya meningallah ia dalam keadaan hilang keyakinannya kepada ALLOH. Inilah yang disebut suul khatimah (jelek di akhir), naudzhubillah. Apalah artinya hidup kalau akhirnya seperti ini.
***
Ada lagi sebuah
kisah pilu ketika suatu waktu bersilaturahmi ke Batam. Kisahnya ada seorang
wanita muda yang tidak bisa menjaga diri dalam pergaulan dengan lawan jenisnya
sehingga dia hamil, sedangkan laki-lakinya tidak tahu entah kemana (tidak
bertanggung jawab). Hampir putus asa ketika si wanita ini minta tolong kepada
seorang pemuda mesjid. Ditolonglah ia untuk bisa melakukan persalinan di suatu
klinik bersalin, hingga ia bisa melahirkan dengan lancar. Walau tidak jelas
siapa ayahnya, akhirnya si wanita ini pun menjadi ibu dari seorang bayi mungil.
Sayangnya, sesudah beberapa lama ditolong, sifat-sifat jahiliyahnya kambuh lagi. Mungkin karena iman dan ilmunya masih kurang, bahkan ketika dinasihati pun tidak mempan lagi hingga akhirnya dia terjerumus lagi. Demikianlah kisah si wanita ini, ia kembali hamil di luar nikah tanpa ada pria yang mau bertanggung jawab.
Lalu ditolonglah ia oleh seseorang yang ternyata aqidahnya beda. Si orang yang akan membantu pun menawarkan bantuan keuangan dengan catatan harus pindah agama terlebih dulu. Si wanita pun menyetujuinya, dalam hatinya "Toh hanya untuk persalinan saja, setelah melahirkan aku akan masuk Islam lagi". Tapi ternyata ALLOH menentukan lain, saat persalinan itu justru malaikat Izrail datang menjemput, meninggalah si wanita dalam keadaan murtad, naudzhubillah.
***
Cerita ini
nampaknya bersesuaian pula dengan sebuah kisah klasik dari Imam Al Ghazali.
Suatu ketika ada seseorang yang sudah bertahun-tahun menjadi muazin di sebuah menara tinggi di samping mesjid. Kebetulan di samping mesjid itu adapula sebuah rumah yang ternyata dihuni oleh keluarga non-muslim, diantara anak-anak keluarga itu ada seorang anak perempuan berparas cantik yang sedang berangkat ramaja.
Tiap naik menara untuk azan, secara tidak disengaja tatapan mata sang muazin selalu tertumbuk pada si anak gadis ini, begitu pula ketika turun dari menara. Seperti pepatah mengatakan "dari mata rurun ke hati", begitulah saking seringnya memandang, hati sang muazin pun mulai terpaut akan paras cantik anak gadis ini. Bahkan saat azan yang diucapkan di mulut Allahuakbar-Allahuakbar, tapi hatinya malah khusyu memikirkan anak gadis itu.
Karena sudah tidak tahan lagi, maka sang muazin ini pun nekad mendatangi rumah si anak gadis tersebut dengan tujuan untuk melamarnya. Hanya sayang, orang tua si anak gadis menolak dengan mentah-mentah, apalagi jika anaknya harus pindah keyakinan karena mengikuti agama calon suaminya, sang muazin yang beragama Islam itu. "Selama engkau masih memeluk Islam sebagai agamamu, tidak akan pernah aku ijinkan anakku menjadi istrimu" ujar si Bapak, seolah-olah memberi syarat agar sang muazin ini mau masuk agama keluarganya terlebih dulu.
Berpikir keraslah sang muazin ini, hanya sayang, saking ngebetnya pada gadis ini, pikirannya seakan sudah tidak mampu lagi berpikir jernih. Hingga akhirnya di hatinya terbersit suatu niat, "Ya ALLOH saya ini telah bertahun-tahun azan untuk mengingatkan dan mengajak manusia menyembah-Mu. Aku yakin Engkau telah menyaksikan itu dan telah pula memberikan balasan pahala yang setimpal. Tetapi saat ini aku mohon beberapa saat saja ya ALLOH, aku akan berpura-pura masuk agama keluarga si anak gadis ini, setelah menikahinya aku berjanji akan kembali masuk Islam". Baru saja dalam hatinya terbersit niat seperti itu, dia terpeleset jatuh dari tangga menara mesjid yang cukup tinggi itu. Akhirnya sang muazin pun meninggal dalam keadaan murtad dan suul khatimah.
***
Kalau kita simak
dengan seksama uraian-uraian kisah di atas, nampaklah bahwa salah satu hikmah
yang dapat kita ambil darinya adalah jikalau kita sedang berbuat kurang
bermanfaat bahkan zhalim, maka salah satu teknik mengeremnya adalah dengan
'mengingat mati'. Bagaimana kalau kita tiba-tiba meninggal, padahal kita sedang
berbuat maksiat, zhalim, atau aniaya? Tidak takutkah kita mati suul khatimah?
Naudzhubillah. Ternyata ingat mati menjadi bagian yang sangat penting setelah
doa dan ikhtiar kita dalam memelihara iman di relung kalbu ini. Artinya kalau
ingin meninggal dalam keadaan khusnul khatimah, maka selalulah ingat mati.
Dalam hal ini Rasulullah SAW telah mengingatkan para sahabatnya untuk selalu mengingat kematian. Dikisahkan pada suatu hari Rasulullah keluar menuju mesjid. Tiba-tiba beliau mendapati suatu kaum yangsedang mengobrol dan tertawa. Maka beliau bersabda, "Ingatlah kematian. Demi Zat yang nyawaku berada dalam kekuasaan-Nya, kalau kamu mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kamu akan tertawa sedikit dan banyak menangis."
Dan ternyata ingat mati itu efektif membuat kita seakan punya rem yang kokoh dari berbuat dosa dan aniaya. Akibatnya dimana saja dan kapan saja kita akan senantiasa terarahkan untuk melakukan segala sesuatu hanya yang bermanfaat. Begitupun ketika misalnya, mendengarkan musik ataupun nyanyian, yang didengarkan pasti hanya yang bermanfaat saja, seperti nasyid-nasyid Islami atau bahkan bacaan Al Quran yang mengingatkan kita kepada ALLOH Azza wa Jalla. Sehingga kalaupun malaikat Izrail datang menjemput saat itu, alhamdulillah kita sedang dalam kondisi ingat kepada ALLOH. Inilah khusnul khatimah.
Bahkan kalau kita lihat para arifin dan salafus shalih senantiasa mengingat kematian, seumpama seorang pemuda yang menunggu kekasihnya. Dan seorang kekasih tidak pernah melupakan janji kekasihnya. Diriwayatkan dari sahabat Hudzaifah r.a. bahwa ketika kematian menjemputnya, ia berkata, "Kekasih datang dalam keadaan miskin. Tiadalah beruntung siapa yang menyesali kedatangannya. Ya ALLOH, jika Engkau tahu bahwa kefakiran lebih aku sukai daripada kaya, sakit lebih aku sukai daripada sehat, dan kematian lebih aku sukai daripada kehidupan, maka mudahkanlah bagiku kematian sehingga aku menemui-Mu."
Akhirnya, semoga kita digolongkan ALLOH SWT menjadi orang yang beroleh karunia khusnul khatimah. Amin! ***
Sebelum Meninggal Dia Mengatakan, "Aku Mencium Bau Surga!"
Dalam sebuah hadits yang terdapat dalam ash-Shahihain dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda, "Ada tujug golongan orang yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari tiada naungan seleain dari naunganNya... di antaranya, seorang pemuda yang tumbuh dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah."
Dalam sebuah hadits yang terdapat dalam ash-Shahihain dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda, "Ada tujug golongan orang yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari tiada naungan seleain dari naunganNya... di antaranya, seorang pemuda yang tumbuh dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah."
Dalam
sebuah hadits shahih dari Anas bin an-Nadhir ra, ketika perang Uhud ia
berkata, "Wah... angin Surga, sungguh aku mencium bau Surga yang berasal
dari balik gunung Uhud."
Seorang
Dokter bercerita kepadaku, Pihak rumah sakit menghubungiku dan
memberitahukan bahwa ada seorang pasien dalam keadaan kritis sedang
dirawat. Ketika aku sampai, ternyata seorang pemuda yang sudah meninggal
-semoga Allah merahmatinya. Lantas bagaimana detail kisah wafatnya.
Setiap hari puluhan bahkan ribuan orang meninggal. Namun bagaimana
keadaan mereka ketika wafat? Dan bagaimana pula dengan akhir hidupnya?
Pemuda
ini terkena peluru nyasar, dengan segera kedua orang tuanya -semoga
Allah membalas kebaikan mereka- melarikannya ke rumah sakit militer di
Riyadh. Di tengah perjalanan, pemuda itu menoleh kepada ibu bapaknya dan
sempat berbicara. Tetapi apa yang ia katakan? Apakah ia menjerit atau
mengerang sakit? Atau menyuruh agar segera sampai ke rumah sakit?
Ataukah marah dan jengkel? Atau apa?
Orang
tuanya mengisahkan bahwa anaknya tersebut mengatakan kepada mereka.
"Jangan khawatir! Saya akan meninggal... tenanglah... sesungguhnya aku
mencium bau Surga!" Tidak hanya sampai di sini saja, bahkan ia
mengulang-ulang kalimat trsebut di hadapan para dokter yang sedang
merawatnya, ia berkata kepada mereka, "Wahai saudara-saudara, aku akan
mati, janganlah kalian menyusahkan diri sendiri... karena sekarang aku
mencium bau Surga."
Kemudian
ia meminta kedua orang tuanya agar mendekat lalu mencium keduanya dan
meminta maaf atas segala kesalahannya. Kemudian ia mengucapkan salam
kepada saudara-saudaranya dan mengucapkan dua kalimat syahadat, "Asyhadu
alla ilaha illAllah wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah". Ruhnya
melyang kepada Sang Pencipta.
Allohu
Akbar... Apa yang harus kukatakan dan apa yang harus aku komentari...
semua kalimat tidak mampu terucap... dan pena telah kering di tangan...
aku tidak kuasa apa-apa kecuali hanya mengulang-ulang firman Allah.
"Allah
meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh
dalam kehidupan di dunia dan di akhirat." (QS. Ibrahim [14] : 27)
Tidak
ada yang perlu dikomentari lagi. Ia melanjutkan kisahnya. Mereka
membawanya untuk dimandikan. Maka ia dimandikan oleh saudaranya Dhiya'
di tempat memandikan mayat yang ada di rumah sakit tersebut. Petugas itu
melihat beberapa keanehan yang terkahir. Sebagaimana yang telah ia
ceritakan sesuah shalat Magrib pada hari yang sama.
1.
Ia melihat dahinya berkeringat. Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah
saw bersabda, "Sesungguhnya seorang mukmin meninggal dengan dahi
berkeringat." Ini merupakan tanda-tanda khusnul khatimah.
2.
Ia katakan tangan jenazahnya lunak demikian juga para persendiannya
seakan-akan dia belum mati. Masih mempunyai panas badan yang belum
pernah ia jumpai sebelumnya semenjak ia bertugas memandikan mayat.
Padahal tubuh rang yang sudah meninggal itu dingin, kering dan kaku.
3.
Telapak tangan kanannya seperti seorang yang membaca tasyahud yang
mengacungkan jari telunjuknya mengisyaratkan ketauhidan dan
persaksiannya, sementara jari-jari yang lain ia genggam.
Subhanalloh...sungguh indah kematian seperti ini. Kita mohon semoga Alloh menganugerahkan kita husnul khatimah.
Saudara-saudaraku
tercinta... kisah belum selesai... saudara Dhiya' bertanya kepada salah
seorang pamannya, apa yang biasa ia lakukan semasa hidupnya? Tahukah
anda apa jawabannya?
Apakah
anda kira ia menghabiskan malamnya dengan berjalan-jalan di jalan raya?
Atau duduk di depan televisi untuk menyaksikan hal-hal yang terlarang?
Atau ia tidur pulas hingga terluput mengerjakan shalat? Atau sedang
meneguk khamr, narkoba dan rokok? Menurut anda apa yang telah ia
kerjakan? Mengapa ia mendapatkan husnul khatimah yang aku yakin bahwa
saudara pembaca pun mengidam-idamkan; meninggal dengan mencium bau
Surga.
Ayahnya
berkata, "Ia selalu bangun dan melaksanakan shalat malam sesanggupnya.
Ia juga membangunkan keluarga dan seisi rumah agar dapar melaksakan
shalat Shubuh berjamaah. Ia gemar menghafal al-Qur'an dan termasuk salah
seorang siswa yang berprestasi di SMU."
Aku
katakan, "Maha benar Alloh yang berfirman, 'Sesungguhnya orang-orang
yang mengatakan, "Rabb kami ialah Alloh" kemudian mereka meneguhkan
pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka, maka malaikat
akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), "Janganlah kamu merasa
takut dan janganlah kamu sedih dan bergembiralah kamu dengan
(memperoleh) Surga yang telah dijanjikan kepadamu" Kamilah
pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya
kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya
apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari (Rabb) Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang'." (QS. Fushshilat [41] : 30-32)
(Serial Kisah Teladan; Muhammad bin Shalih Al-Qahthani)
Subscribe to:
Posts (Atom)